Page 35 - Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
P. 35

peta, sensus, pendaftaran jumlah pemukiman, penetapan batas hutan
            dan penggolongan kawasan dengan penilaian tertentu dan penciptaan
            undang-undang (UU). Tarikan garis di atas kertas peta tersebut kemudian
            mengakibatkan hilangnya akses orang terhadap sumber daya alam yang
            secara tradisi sudah mereka lakukan jauh sebelum negara ada ( Peluso,
            2006).
                Padahal jauh sebelum negara-bangsa berdiri orang telah melakukan
            teritorialisasi sebagai individu maupun sebagai kelompok melalui sistem
            dan penandanya sendiri seperti areal perkebunan dan perladangan,
            kuburan, tanaman tertentu, atau pancang sebagai penanda areal
            kelola dan kekuasaannya yang memberi tanda pada orang lain untuk
            tidak mengakses sumber daya atau melakukan aktivitas di dalam
            teritori tersebut. Teritorialisasi baik oleh negara maupun oleh orang/
            kelompok orang, melahirkan konflik dan negosiasi antara negara dengan
            warganegara, antara warganegara/kelompok dengan warganegara/
            kelompok yang lainnya. Yang menarik adalah ketika ada konflik dan
            negosiasi antara warganegara dengan negara, regulasi teritorial yang
            dibuat oleh negara tersebut tidak secara telak mengeksklusi orang yang
            ada di dalamnya. Regulasi tersebut, ditafsir, ditawar dan dimanfaatkan
            untuk mempertahankan kepentingan aksesnya terhadap lahan dan
            sumberdaya alam di dalamnya ( Wadley, 2003;  Adri, 2007).
                Dampaknya, pergulatan tersebut meninggalkan jejak berupa
            rusaknya berbagai sumberdaya alam berbasis tanah yang sangat berharga
            dan rentan, termasuk juga wilayah yang sudah seabad mengenal apa yang
            disebut dengan kaidah ilmiah pengelolaan hutan ( Peluso, 2006). Praktik
            sejarah politik penataan ruang melalui penguasaan negara dengan jalan
            pengambilalihan kawasan kehutanan, beserta sumberdaya alam, kerap
            diiringi dengan usaha-usaha sistematis mengingkari legitimasi sistem hak
            kepemilikan atas lahan (tenurial) dan sumberdaya alam lain berbasis
            tanah yang telah ada sebelumnya. Dimana penduduk yang bermukim di
            dalam hutan atau sekitar hutan dirugikan oleh penguasaan sentralistik
            negara atas hutan ( Blaikie, 1985). Namun demikian, sejauh praktik-
            praktik kepengaturan membentuk kelompok yang memiliki pengalaman



            8                     Mahadelta: Manifesto Penguasaan Tanah Terlarang
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40