Page 48 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 48
Pendahuluan
grafis-historisnya, yang berbeda pemaknaannya dalam kon-
teks sekarang. Status keistimewaan memang bukan diberikan
oleh pusat melainkan dinyatakan oleh kekuasan lokal kepada
pemerintah pusat, alias diminta oleh kekuasaan lokal. Hal ini
akan menimbulkan tafsir yang berbeda pada soal penghargaan
yang ‘harus’ atas suatu kebaikan tindakan etis-politis.
Di masa itu semua pihak dan entitas politik yang ada ‘ber-
sepaham’ dalam keinginan bersama untuk memerdekakan diri
dan mengusir pemerintah kolonial. Tetapi bagaimana otoritas
yang sudah direbut sebagai negara berdaulat itu diatur, banyak
dari entitas politik itu akhirnya meminta untuk mengatur diri
sendiri. Statusnya tidak dengan istilah ‘istimewa’ tetapi se-
mangatnya kurang lebih sama. Hal ini kemudian mengemuka
di mana daerah-daerah meminta untuk menjadi otonom da-
lam sistem federal. Meskipun itu terjadi yang salah satunya
dilatarbelakangi konflik politik di tingkatan elite yang tidak
juga menemukan kata sepaham bagaimana pemerintahan dan
bentuk negara ini diatur.
Gerakan untuk menjadi satu otoritas sendiri terutama
marak di daerah-daerah luar Jawa. Imajinasi tentang kesatuan
nasional tampak masih diterima dengan ragu yang dibuktikan
dengan keinginan dari daerah-daerah tersebut untuk mele-
paskan diri. Nasionalisme yang muncul pada saat itu dibayang-
kan sebagai kesatuan republik dalam wilayah Jawa. Kenyata-
an ini juga muncul dalam benak pemimpin-pemimpin politik
Belanda.
Bagi mereka Indonesia Timur tidak masuk dalam ikatan
nasionalisme yang ‘Jawa’ itu. Ini terlihat jelas bahwa republik
menikmati otoritas yang memadai di pulau Jawa dan membe-
narkan klaim-klaimnya atas kemerdekaan, maka Belanda
25