Page 54 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 54
Pendahuluan
dapat dibaca dalam kerangka pengakuan atas keunikan sejarah,
sistem pemerintahan, tata ruang, ritual, karakter masyarakat,
dalam konteks menguatnya kelokalan tersebut.
Kita tengah menyaksikan revitalisasi budaya tempatan
dengan tingkat artikulasi yang belum pernah kita bayangkan
sebelumnya. Makna self determination tidak saja terdengar
karena sejarah lokalitas dari teritorial tertentu yang terkubur
oleh represi NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), akan
tetapi di tengah payung NKRI itu sendiri, self determination
terus ditabuh meski dengan irama baru.
Persoalan ini menarik untuk dicermati, karena dengan
meninjau ketegangan antara suara daerah vis a vis pusat ini,
bangsa Indonesia seperti mereproduksi kembali kisruh politik
di masa lalu ketika para eksponen Negara Kesatuan RI mesti
berhadapan dengan rivalnya di daerah. Meskipun pada waktu
itu diskusi yang berlangsung menyangkut perebutan ruang
otoritas antara pusat vis a vis daerah, namun seluruh muatan
diskusi baik di masa lalu dan sekarang sama-sama bermuara
ke perdebatan dalam menentukan bentuk kedaulatan.
Di sini, konflik dan kompetisi kedua belah pihak bermuara
ke perbedaan tafsir dalam membayangkan relasi paling ideal
antara pusat vis a vis daerah. Sekarang, ketika diskusi tentang
negara federasi ditutup, daerah tidak kalah cerdiknya dalam
membangun kuasa baru di tengah bayang-bayang NKRI. De-
mokratisasi membuka peluang daerah untuk bersuara, mes-
kipun tidak mudah mewujudkan suara itu menjadi realita.
Yogyakarta tentu saja tidak sendirian dalam hal ini,
banyak daerah lain yang meskipun artikulasinya berbeda na-
mun semangatnya sama. Kenyataan ini tidak dapat dipahami
sebagai sebentuk sikap iri atau tak mau kalah dengan daerah
31