Page 72 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 72

Paku Alaman: Sebuah Pentradisian

               tua dan menantu tidak mampu menahan perpecahan kedua-
               nya. Kompeni menjadi pilihan untuk bersekutu, baik Mangku-
               bumi dan RM Said akhirnya bersedia melakukan kontak
               perundingan dengan Kompeni.
                   Gubernur Jenderal Mossel mengunjungi Hartingh pada
               tahun 1754 di Semarang dalam rangka membahas pemecahan
               masalah Mataram. Diskusi keduanya sampai kepada kesim-
               pulan bahwa untuk menyelesaikan konflik Mataram, Kompeni
               harus melaksanakan perundingan dengan Mangkubumi. Fakta
               bahwa Mangkubumi telah diangkat Sunan menyebabkan jalan
               ke luar yang paling logis adalah dengan memecah Mataram
               menjadi dua. 21
                   Hartingh membuka perundingan diplomatik pertama
               dengan Mangkubumi pada 25 September 1754.  Pertemuan
                                                         22
               dilakukan di Pedagangan–Grobogan. Pada awalnya Mangku-
               bumi masih menaruh kecurigaan kepada Hartingh. Namun
               hal ini dapat dilewati, keduanya mengucapkan sumpah terle-
               bih dahulu sebelum memulai perundingan. Sumpah itu berisi
               bahwa keduanya tidak akan saling mengkhianati. Perundingan
               menghasilkan kesepakatan bahwa Mangkubumi akan menda-
               patkan setengah wilayah Mataram, daerah yang secara de
               facto telah berada di dalam kekuasaannya. Tawaran Kompeni
               agar Mangkubumi menjadi raja di wilayah timur ditolak. Mang-
               kubumi beralasan tidak pernah ada Raja Mataram yang
               bertahta di wilayah timur. Awalnya Mangkubumi menuntut
               menggunakan gelar Susuhunan atau Sunan, namun Hartingh
               menyampaikan pendapat bahwa tidak sewajarnya ada dua


               21  Soedarisman Poerwokoesoemo, Ibid.
               22  M.C. Ricklefs, op.cit., hlm. 86 ––94.

                                                                   49
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77