Page 74 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 74

Paku Alaman: Sebuah Pentradisian

               setengah dari wilayah kerajaan Mataram di sebelah barat
               dengan nama kerajaan Ngayogyakarto Hadiningrat.  Gelar dan
                                                           26
               wilayah kekuasaannya diturunkan kepada keturunan Sultan.
               Isi perjanjian lainnya adalah Mangkubumi melepaskan Pulau
               Madura dan Pesisir, kepada VOC dengan ganti rugi uang sebesar
               10.000 real setiap tahun. Ganti rugi ini merupakan pembagian
               yang sama dengan yang diterima Sunan.  Patih dan para bupati
                                                 27
               diangkat dan diberhentikan oleh Sultan setelah mendapat
               persetujuan dari Kompeni. Para pejabat rijks berstuurder wajib
               mengangkat sumpah setia kepada Kompeni. Sri Sultan akan
               menjual bahan-bahan makanan dengan harga yang ditentukan
               Kompeni. Selain itu, Sultan berjanji menaati semua perjanjian
               yang telah dilakukan oleh para penguasa Mataram terdahulu. 28


               C. Kerajaan dalam Kerajaan
               Hutan Bringan–kemudian keraton–menjadi akar asal-muasal
               perkembangan Yogyakarta selanjutnya. Yogyakarta tumbuh
               dan berkembang karena pengaruh berbagai faktor. Terutama
               faktor mentalitas manusianya, antara lain latar belakang
               sejarah, keagamaan, sosok Hamengku Buwono I, dan unsur
               asing, seperti para prajurit VOC, orang Eropa dan Asing
                      29
               lainnya. Meski keadaan politik mengalami pasang-surut,
               usaha-usaha pembangunan tetap dilaksanakan.  Ini dimung-
                                                         30

               26  Soedarisman Poerwokoesoemo, loc.cit., Selo Soemardjan, op.cit., hlm. 22-24.
               27  Soedarisman Poerwokoesoemoe, ibid., hlm 4–5.
               28  Abdurrachman Soerjomihardjo, Kota Yogyakarta 1880-1930: Sejarah
                Perkembangan Sosial, (Yogyakarta: YUI, 2000).
               29  Ibid, hlm. 21.
               30  Mengenai situasi politik Yogyakarta hingga tahun 1870, di antaranya lihat:
                Vincent J. H. Houben, Keraton dan Kompeni: Surakarta dan Yogyakarta 1830–
                1870, (Yogyakarta: Bentang, 1994).

                                                                   51
   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79