Page 76 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 76
Paku Alaman: Sebuah Pentradisian
jadi wakil raja Lodewijk Napoleon memerintah tanah jajahan
ini. Sepak terjang Daendels serentak membuat raja-raja Jawa
berang. Daendels mengganti beberapa struktur birokrasi, di
antaranya merubah jabatan residen di Surakarta dan Yogya-
karta dengan jabatan Minister. Para minister ini dilarang berhu-
32
bungan dengan siapa pun kecuali gubernur jenderal. Sultan
HB II meradang karena Daendels membuat aturan baru bahwa
para minister ketika menghadiri upacara di keraton harus
menggunakan payung mas dan tetap menggunakan topi. 33
Daendels nampaknya tidak memahami filosofi Jawa, ia mem-
buat beberapa peraturan yang berhubungan dengan seremo-
nial dan ritual tanpa memperhatikan aturan-aturan keraton. 34
Pada dasarnya di dalam keraton muncul friksi-friksi yang
berusaha melawan Daendels.
Hubungan Sultan-Daendels tegang, oleh karena itu guber-
nur jenderal lebih mempercayai Patih Danurejo II. Padahal
baik Sultan HB II dan Adipati Anom (HB III) tidak lagi mem-
percayai patih. Dalam hal ini Danurejo menjalin persekutuan
dengan Van Braam (residen Minister Yogyakarta) Danurejo
memanfaatkan kedekatannya dengan Daendels, ia membujuk
Daendels untuk menangkap dan membuang Pangeran Notoku-
sumo (anak HB?) dan Notodiningrat (anak Notokusumo).
Keduanya dituduh sebagai biang keladi dari kekisruhan yang
terjadi di dalam keraton. Pada tahun 1810, Daendels meme-
rintahkan agar Sultan HB II menyerahkan adik dan keponakan-
32 Soedarisman Poerwokoesoemo, op.cit., hlm. 69 –75.
33 Ibid., payung mas atau songsong gilap merupakan lambang bahwa raja ada
pada posisi tertinggi, dan hanya raja yang memiliki hak menggunakannya.
34 Ibid.,
53