Page 84 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 84

Paku Alaman: Sebuah Pentradisian

                   Notosuroto adalah seorang budayawan sekaligus penga-
               nut teosofi. Ia mewakili golongan modern yang berpikiran
               bahwa kemajuan Indonesia dapat diraih dengan cara bekerja
               sama dengan pihak Belanda. Tidak selamanya perjuangan
               harus dilakukan dengan aksi dan pertumpahan darah. Noto-
               suroto tumbuh dalam dunia pendidikan internasional. Ini
               menjadikannya sosok dengan wawasan luas. Hasil karyanya
               terbukti mampu memberikan pandangan lain mengenai
               kebudayaan dan perjuangan.
                   Sepak terjang mereka terbukti turut menentukan arah
               pergerakan dan corak bangsa Indonesia, meskipun terkadang
               merepotkan istana. Paku Alaman terkadang berada pada posisi
               dilematis, jika beberapa puteranya menggoyang pemerintah
               kolonial. Bagaimanapun hubungan baik dengan Batavia mesti
               dijaga. Vorstenlanden termasuk Paku Alaman di dalamnya,
               menerima ‘kemurahan hati’ dari pemerintah kolonial, berupa
               sejumlah uang bagian dari pendapatan pajak, sewa-menyewa
               tanah, dan pembayaran atas wilayah-wilayah yang diduduki
               Belanda sesuai kontrak. Aksi anggota keluarga Paku Alaman
               yang meresahkan pemerintah membuat Paku Alaman pake-
               wuh terhadap pemerintah kolonial.
                   Paku Alaman telah membuktikan sumbangannya dalam
               pergerakan kebangsaan. Ini dirintis melalui sistem pendidikan
               dan ekonomi modern. Yang menarik, meskipun para tokoh
               Paku Alaman ini dibesarkan dalam lingkungan yang nyaris
               serupa, tetapi mereka tumbuh menjadi pribadi-pribadi
               dengan karakteristik yang bertolak belakang satu sama lain.
               Soerjopranoto–Ki Hadjar Dewantara–Notosuroto adalah
               gambaran dari keberagaman Yogyakarta. Ketiganya memiliki
               ideologi yang berbeda, yaitu  agamis–sekuler–teosofis. Noto-

                                                                   61
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89