Page 87 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 87

Keistimewan Yogyakarta
            ketidaksejahteraan para buruh. Apa yang dilakukan
            Soerjapranoto acap kali membuat pihak perusahaan dan
            pemerintah kerepotan. Hotel prodeo pun kerap ia sambangi,
            toh tak menyurutkan langkahnya untuk terus ‘memberontak’.
            Meski peringatan dari dalam Puro Paku Alaman terus mendera,
            namun ia tetap tak bergeming.
                Apa yang menjadi latar belakang dan titik tolak seorang
            Soerjapranoto menempatkan diri dalan konstelasi pergerakan
            nasional dan kehidupan dunia Keraton Paku Alaman? Ia yang
            notabene seorang bangsawan begitu intens berhubungan
            dengan kaum buruh yang bisa disamakan dengan rakyat jelata.
            Kejiwaan Soerjapranoto dibentuk sejak masa kanak-kanak,
            meskipun sang ayah adalah putera sulung PA III, Soerjapra-
            noto tidak terlalu lama menikmati hidup di dalam tembok
            Keraton. Kanjeng Pangeran Aryo Suryaningrat—ayah Soerja-
            pranoto–terserang suatu penyakit mata yang menyebabkan
            dirinya kehilangan indera penglihatan, menyebabkan Surya-
            ningrat terjengkal dari bursa calon pewaris tahta.
                Pengganti PA III adalah saudara sepupunya yaitu KGPAA
            Suryo Sasranigrat. Ia digambarkan suka kemewahan dan pes-
            ta, serta menjalin hubungan yang sangat mesra dengan Belan-
            da. Akibat perilaku ini, Paku Alaman mengalami masa terbu-
            ruk, kas kadipaten defisit, dengan hutang bertumpuk. Kondisi
            ini berdampak pada menurunnya kesejahteraan keluarga
            Paku Alaman. Pun demikian dengan Suryaningrat hidup
            dalam kesederhanaan dan terpaksa harus ke luar dari istana.




             yang dinilai tidak adil masalah upah. Ia menjadi aktor intelektual di banyak
             pemogokan buruh yang terjadi antara tahun 1920 – 1940. Lihat Bambang
             Sukowati, Raja Mogok: R. M. Soerjopranoto, Jakarta: Hasta Mitra, 1983.

            64
   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92