Page 88 - Keistimewaan Yogyakarta yang Diingat dan yang Dilupakan
P. 88

Paku Alaman: Sebuah Pentradisian

               Soerjapranoto kecil bersama saudara-saudaranya mendapat
               berkah ke luar istana dengan lebih mengenal kondisi rakyat
               jelata, memungkinkan mereka untuk berbaur dan menyelami
               kehidupan rakyat jelata.
                   Selain pendidikan agama di lingkungan keluarga Paku
               Alaman, sebagai anak bangsawan Soerjapranoto menikmati
               pendidikan modern dimulai dengan ELS, kemudian OSVIA
               dan MLS (sekolah pertanian) Buitenzorg.  Diawal, laiknya
                                                     50
               para bangsawan, Soerjapranoto memulai karier sebagai pega-
               wai pemerintah. Namun pada 1914 ia mengundurkan diri dari
               Dinas Informasi dan Pertanian Wonosobo. Pria kelahiran 1871
               ini lebih memilih kembali ke Yogyakarta dan mendirikan Mar-
               di Kiswa,  sebuah organisasi koperasi bagi para petani.
                   Sejak bertugas di Wonosobo, Soerjapranoto aktif dalam
               kegiatan Boedi Oetomo (BO). Tetapi ia kecewa dengan kinerja
               pengurus BO, ditambah lagi BO nampaknya masih berisi orang-
               orang kolot yang masih alergi dengan persamaan kelas.  Ia
                                                                 51
               mengkritik bahwa salah satu kesalahan BO adalah menempat-
               kan seorang bupati yang notabene adalah antek pemerintah
               sebagai ketua BO. Menurutnya ‘BO tetap hidup di meja dan di
               kamar, tidak terasa di kalangan rakyat biasa’.  Soerjapranoto
                                                       52
               berada di dalam barisan Tjipto Mangunkusumo yang menen-
               tang konservatisme BO. Ia bisa dibilang salah seorang aktivis
               dari kelompok radikal, sehingga tak sesuai dengan kelompok
               kanan BO yang santun dan hati-hati.


               50  Takashi Shiraisi, Zaman Bergerak : Radikalisme Rakyat di Jawa 1912–1926
                (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997), hlm. 147–148.
               51  Budiawan, Anak Bangsawan Bertukar Jalan (Yogyakarta: LKiS, 2006), hlm.
                71–75.
               52  Ibid.

                                                                   65
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93