Page 161 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 161
136 M. Nazir Salim
terakhir, walau kedengarannya cukup mengerikan. 57
Dalam kesempatan rapat-rapat kecil di antara petani dan
warga, upaya satu-satunya yang bisa dilakukan adalah melawan
RAPP dengan cara hadap-hadapan (sabotase dan perang terbuka).
Berbagai argumen dibangun akan resiko terbunuh oleh aparat, oleh
pasukan RAPP yang siap berjaga mengamankan lahan mereka. Ada
yang setuju gerakan berikutnya dengan frontal melawan, ada yang
menolak karena tidak ingin ada korban di antara kawan-kawannya.
Senin 30 Mei 2011, ratusan orang akhirnya turun ke lapangan
menghentikan operasional secara paksa para pekerja RAPP di Desa
Tanjung Padang. Dengan membawa semua peralatan tani mereka,
bertekad “perang” dengan RAPP. Walaupun mereka sadar, para
karyawan RAPP adalah orang-orang biasa yang sama dengan mereka,
orang-orang kecil, akan tetapi mereka bertekad tidak memusuhi
para pekerja, tetapi perusahaan RAPP. Untungnya, di lapangan para
koordinator aksi berhasil melerai dan melucuti semua senjata yang
dibawa peserta aksi, tentu saja hal itu sedikit melegakan. Akan tetapi
suasana panas tak bisa dihindarkan ketika posisi berhadap-hadapan.
Dalam dialog panjang, akhirnya polisi berhasil memediasi warga
dengan perusahaan, dan warga pun pulang.
Aksi hari itu selesai dan warga pulang tanpa ada korban jiwa.
Akan tetapi, aksi tidak sampai di situ, walaupun mayoritas peserta
aksi pulang ke rumah masing-masing, namun ada beberapa
pihak yang memiliki agenda “terbatas”, tidak disampaikan kepada
semua kelompok, tanpa diketahui oleh semua peserta aksi, karena
ditakutkan akan bocor informasinya. Amri dalam kisahnya
menyampaikan kepada penulis, “tidak banyak orang yang kembali
lagi ke Tanjung Padang untuk melakukan aksi lanjutan. Ini sangat
rahasia bagi kawan-kawan, dan saya sendiri tidak tahu persis apa
57 Dikisahkan oleh Amri dan Yahya, 30 Mei 2016, di Pulau Padang.