Page 165 - Mereka yang Dikalahkan, Perampasan Tanah dan Resistensi Masyarakat Pulau Padang
P. 165
140 M. Nazir Salim
semampu warga, karena mereka semua sadar, ini konsekuensi dari
aksi-aksi bersama mereka, dan ketika ada yang terkena kasus harus
ditanggung bersama pula. 61
Pasca peristiwa 30 Mei warga tetap bergerak memperjuangkan
tanah Pulau Padang. Berbagai upaya yang sama tetap dilakukan,
melobi bupati, dewan tingkat kabupaten dan provinsi. Aksi-aksi
lanjutan masih dilakukan, namun sedikit berkurang, hal itu terkait
energi warga dan modal aksi semakin menipis. Tanggal 30 Oktober
2011, sebulan setelah lebaran Idul Fitri, 79 warga Pulau Padang
melakukan aksi di Pekanbaru, tujuannya adalah DPRD Provinsi Riau.
Dengar pendapat dilakukan dengan komisi A, komisi B, namun lagi-
lagi tak menghasilkan sesuatu yang konkrit bagi warga. Akhirnya
mereka melakukan “Aksi Jahit Mulut” di depan masjid kompleks
gedung DPRD Riau juga aksi yang sama dilakukan di depan kantor
Gubernur Riau pada aksi lanjutan bulan November 2011. Mereka
yang menjahit mulut sebanyak lima orang, M. Riduan, Sulatra,
Sapridin, Khusaini, dan Soim. Aksi ini pesannya jelas, agar para
pengambil kebijakan terutama Gubernur Riau bertanggung jawab
dan memenuhi tuntutan warga Pulau Padang yang sudah berjuang
sejak tahun 2009.
Di tengah protes warga yang terus berlangsung, penetrasi RAPP
semakin gencar dijalankan dengan fasilitasi negara (bupati) untuk
melancarkan aksi eksploitasi di Pulau Padang. Akhir Oktober dengan
fasilitasi bupati RAPP mengumpulkan kepala desa se Pulau Padang
untuk melakukan sosialisasi sekaligus penandatangan MoU beberapa
kesepakatan, di antaranya tentang persetujuan seluruh kepala desa
se Pulau Padang akan beroperasinya RAPP. Beberapa kepala desa
mengakui ditekan untuk ikut menandatangani, bahkan merasa ditipu
akan kegiatan sosialisasi yang berujung penandatanganan MoU
61 Disampaikan oleh Rinaldi dan Yahya, di Pekanbaru dan Pulau Padang.