Page 17 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 17
xvi Orang Indonesia dan Tanahnya
berdasarkan hukum-hukum adatnya. Dalam istilah hukum,
tanah ini dikenal juga sebagai bouwvelden.
Penyokong utama dari domeinverklaring ini adalah para
sarjana hukum dari Utrecht University yang mempromosikan
unifikasi hukum tanah untuk pembangunan ekonomi kolonial
pasca Undang-Undang Agraria 1870. Inti pandangan sarjana-
sarjana dari kubu Utrecht seperti GJ Nolst Trenité, Izak A.
Nederburgh, dan Eduard H. s’Jacob, bahwa adalah “tak
terelakkan” bagi negara menjadi pemilik tanah dan seluruh
sumber daya alam dalam wilayah jajahan. Penguasaan wilayah
adat oleh masyarakat hukum adat (yang disebut van Vollenhoven
sebagai beschikkingsrecht), menurut mereka, harusnya menjadi
hak publik dari pemerintah karena alasan kedaulatan negara.
Setiap hak publik yang punyai oleh pemerintah desa atas wilayah
desa, harus tetap tunduk di bawah kedaulatan negara. Dalam
pandangan mereka, rakyat bumiputra adalah mereka yang
menduduki, menguasai dan memanfaatkan tanah milik negara
berdasar hukum-hukum adat setempat. Hak kepemilikan tanah
mereka tidak bisa diakui dan mereka tidak berhak menjadi
pemilik tanah dengan konsep hak eigendom. Mereka hanyalah
bewerkers alias penggarap.
Sebaliknya, van Vollenhoven dan para muridnya berpendapat
bahwa interpretasi tersebut didasarkan pada kesalahpahaman
mendasar sifat beschikkingsrecht, yang memiliki pengertian
baik sebagai hak publik maupun hak privaat, dan karenanya
harus tidak termasuk di bawah klausul domeinverklaring. Lebih
lanjut, van Vollenhoven menggugat domeinverklaring itu sebagai
sumber segala kekacauan terkait hak-hak atas tanah masyarakat
pribumi. Alih-alih menjaga kepastian hukum, domeinverklaring