Page 20 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 20
C. Van Vollenhoven xix
kontak pribadi dengan mereka yang bekerja di Hindia-Belanda
sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu adatrechtsschool
di Belanda. Ia memiliki tujuh puluh delapan mahasiswa PhD,
termasuk enam warga Indonesia. Setelah pembentukan suatu
sekolah tinggi hukum (Rechtshoogeschool) di Batavia pada
tahun 1924, para mantan mahasiswanya menjadi pemimpin
dan pengajar yang terus berinteraksi dengan dirinya dan para
mahasiswa-mahasiwanya. Hal ini memungkinkan dirinya
mengembangkan suatu studi sejarah hukum komparatif dengan
mendasarkan diri pada praktek politik hukum di negara-negara
kolonial.
Karya Orang Indonesia dan Tanahnya ini lahir di tahun 1919
dan mampu menghentikan usaha sekelompok elite pembentuk
kebijakan agraria kolonial Belanda untuk menghilangkan
klausula-klausula perlindungan masyarakat hukum adat
yang terkandung dalam pasal 62 di Regeeringsreglement 1854.
Keberhasilan ini membuat kritik atas politik agraria kolonial
semakin lantang disuarakan oleh murid-muridnya, dan kaum
nasionalis yang terpengaruh oleh pandangan-pandangannya.
Pengaruh itu bisa dilihat di tahun 1920-an, ketika banyak
hak-hak erfpacht dari perusahaan perkebunan akan berakhir,
terutama untuk daerah Priangan, Jawa Barat. Hak-hak erfpacht
adalah hak-hak pemanfaatan tanah negara untuk perusahaan-
perusahaan perkebunan yang diberikan pemerintah pasca
Undang-undang Agraria 1870. Topik ini diulas dalam koran-
koran nasionalis, seperti Bintang Timoer, 21 Januari 1928. Pada
tgl 23 September 1928, PPKI dan gabungan partai-partai politik
di Batavia mengadakan rapat umum yang menghadirkan Mr.
Soenario sebagai pembicara. Topik rapat umum itu: tanah-tanah
erfpacht di Sumatra Timur akan jatuh tempo dalam waktu dekat,
dan ada rencana dari pemerintah untuk memperpanjang hingga
lima puluh tahun lagi (Bintang Timoer, 25 September 1928).