Page 21 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 21

xx      Orang Indonesia dan Tanahnya

               Koran nasionalis lainnya, Kabar Hindia menerbitkan
            serangkaian artikel antara tanggal 26 Mei - 2 Juni 1929 yang
            menjelaskan tentang undang-undang yang mengatur hal-
            hal pertanahan di Jawa dan Madura (Kabar Hindia, 26 Mei
            1929). Artikel-artikel itu mengupas topik-topik mulai dari
            pasal 62 di Regeeringsreglement hingga isi Undang-undang
            Agraria 1870. Penulis menegaskan ulang bahwa berdasarkan
            Regeringsregelement Pasal 62 Ayat 2, Gubernur Jenderal tidak
            boleh menjual tanah. Penulis juga menguraikan prinsip-
            prinsip domeinverklaring dari Undang-undang Agraria 1870
            dan bagaimana hukum tanah itu diatur sehingga segala tanah
            yang tidak memiliki hak eigendom akan dikuasai oleh Negara
            (staatsdomein). Penulis mengingatkan pembaca bahwa
            “mengeluarkan tanah atas erfpacht bisa kedjadian baek atas
            maoenya gouvernement maoepoen kalau diminta oleh orang
            particulier.”
               Koran Fadjar Asia, 10 Juni 1929, secara khusus memuat
            tulisan S.M. Kartosoewirjo, “Orang Lampoeng Boekan Monjet,
            Tetapi Ialah Manoesia Belaka!,” yang menggugat “kedzaliman
            pemerintah kolonial berupa pencabutan hak petani atas
            tanah” di Ranau, Palembang, dan Kota Bumi, Lampung,
            tanpa pemberian ganti rugi sebagai akibat langsung dari
            pemberian hak erfpacht kepada perusahaan milik bangsa Eropa.
            Kartosoewirjo mengibaratkan bahwa “saudara-saudara kita
            anak Indonesia, orang Lampung yang tersebut itu, tidak kurang
            dan tidak lebih hanyalah dipandang dan diperlakukan sebagai
            “Monyet” belaka, ialah “Monyet” yang diusir dari sebatang pohon
            ke sebatang pohon yang lainnya!”
               Buku Orang Indonesia dan Tanahnya dikupas oleh Koran
            Jong Java terbitan 1-5 Juli 1929. Kadarwan, penulis kupasan
            itu, menggarisbawahi pernyataan van Vollenhoven terkait
            cultuurstelsel, landrente, sebagai “satu abad ketidakadilan” (eeuw
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26