Page 58 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 58
C. Van Vollenhoven 19
yang berseru pada pemerintah dan parlemen Belanda agar
mereka menaruh perhatian pada hak-hak penduduk pribumi.
Pada tahun 1865 dikeluarkan perintah kepada semua Residen
di Jawa Tengah (middel-Java) supaya mereka memperhatikan
kembali peraturan dari tahun 1819 yang memerintahkan agar
“Hak-hak dari pemilik tanah yang sah tetap dihormati,” tetapi
yang terjadi kemudian karena adanya tanam paksa dan kerja-
kerja yang bersifat paksaan yang harus dilakukan oleh rakyat
(verplichte diensten), maka peraturan tersebut diabaikan.
Adapun perubahan yang benar-benar berarti baru terjadi
setelah adanya krisis di Tweede Kamer (Kamar kedua parlemen
Belanda), yaitu dengan jatuhnya menteri Fransen van de Putte
(perencana rancangan UU perkebunan ) pada bulan Mei 1866
dan naiknya Mijer yang konservatif. Menteri yang baru ini,
sekalipun ia mengetahui bahwa orang-orang Jawa belum dapat
membaca dan menulis, bahwa masyarakatnya masih tertutup
dari jaringan surat-surat kabar dan kebiasaan menyelenggarakan
rapat-rapat, namun toh menjadi takut kalau-kalau perdebatan
di Tweede Kamer itu akan lebih mengobarkan suasana panas
di kalangan penduduk. Maka ia merasa perlu untuk segera
bertindak dan memerintahkan kepada Gubernur Jenderal Sloet
van de Beele agar yang terakhir ini mengeluarkan proklamasi
untuk menentramkan hati orang-orang pribumi tersebut.
Dinyatakan dalam proklamasi itu bahwa raja Belanda, dengan
persetujuan dari pemerintahnya yang baru, telah memberikan
“jaminan yang khidmat kepada penduduk pribumi di Jawa,”
jaminan yang berisi bahwa hak-hak para pemilik tanah pribumi
diakui dan dijamin, dan akan diambil tindakan-tindakan guna
mencegah pelanggaran-pelanggaran atas hak-hak mereka dari
manapun datangnya.