Page 60 - Orang Indonesia dan Tanahnya
P. 60
C. Van Vollenhoven 21
penyelidikan terlebih dahulu, mereka lalu mengingkarinya
dengan senang hati. Celakanya, pemerintah hanya memiliki
tiga atau empat pengertian yang digunakan sebagai landasan,
yaitu erfelijk individueel bezit atau “hak milik pribumi yang dapat
diwariskan,” communaal bezit atau “hak milik komunal,” dan
gebruiksaandelen in communaal bezit atau “hak milik komunal
dengan pemakaian secara bergiliran,” maka semua hal yang tidak
sesuai dengan landasan-landasan tersebut lalu dihapuskan.
Campur tangan mereka sebenarnya adalah pelanggaran-
pelanggaran hak seperti sebelum tahun 1866, hanya cara
pelanggaran itu sekarang lebih halus dan lebih sopan, tetapi
akibatnya boleh dikatakan sama-sama berat dan menyedihkan.
Bentuk dari pelanggaran-pelanggaran tersebut bermacam-
macam pula.
1. Mereka berusaha akan membebaskan sawah-sawah
milik (akkerbezit) di Jawa dari hak ulayat desa. Sawah-
sawah milik, yang menurut proklamasi tahun 1866 dan
undang-undang agraria tahun 1870 tidak boleh diganggu,
akan segera mereka bebaskan, tetapi bebas menurut
artian orang Barat. Dengan ini mereka berpikir telah
dapat bertindak sesuai dengan peraturan mengenai
eigendom agraris yang fakultatif dari tahun 1872, juga
6
mereka berharap telah dapat berbuat sesuai dengan
peraturan pembagian tanah komunal yang fakultatif
dari tahun 1885. Namun tak ada sambutan sedikit pun
dari penduduk. Meskipun demikian pemerintah tetap
mempertahankan sikapnya. Laporan dari pegawai yang
6 Catatan editor: Aturan yang dimaksud Cornelis van Vollenhoven
adalah Agrarisch Besluit yang dituangkan dalam Staatsblad 1872 No. 116
ayat 4. Agrarisch besluit ini berisikan perbaikan bagi Agrarisch Besluit
Staatsblad 1870 No. 118. Lihat lampiran III untuk rincian pasal ini.