Page 124 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 124
Resonansi Landreform Lokal ... 111
sawah yang tersedia harus dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Pada tahun 1985, ia mulai memperkenalkan penanaman pala-
wija, yaitu kedelai, pada masyarakat Desa Karanganyar. Pada
percobaan penanaman yang pertama di tanah sawah miliknya,
Saminah mengalami kegagalan atau tidak berhasil melakukan
panen kedelai. Tahun berikutnya (tahun 1986), Saminah kembali
melakukan percobaan (kedua) di tanah sawah yang sama, tetapi
ia kembali mengalami kegagalan panen. Barulah pada percobaan
yang ketiga (tahun 1987) Saminah berhasil, karena bibit kedelai
yang ditanam di tanah sawah yang sama berhasil dipanen.
Berdasarkan kegagalan yang pernah dialami dan keberhasilan
pada percobaan yang ketiga, Saminah mengerti bahwa agar tidak
gagal pada saat penanaman kedelai, maka air di sawah harus
dikurangi, atau tidak boleh tergenang. Sejak saat itu, Saminah
berupaya menjelaskan pengalamannya menanam kedelai dan
mengajarkannya pada para petani di Desa Karanganyar. Lambat
laun petani di Desa Karanganyar mulai tertarik untuk menanam
kedelai, sehingga lambat laun pola tanam di tanah sawah men-
jadi dua kali tanam padi dan satu kali palawija, yaitu kedelai.
Setelah melakukan optimalisasi tanah sawah, masyarakat
Desa Karanganyar mulai memperhatikan tanah pekarangan yang
sebelumnya sering diabaikan. Pada tahun 1990, masyarakat
mulai menanami tanah pekarangan dengan tanaman-tanaman
yang memiliki nilai jual cukup baik, seperti kelapa, rambutan,
mangga dan pisang. Sementara itu, bagi petani yang memiliki
tanah pekarangan yang relatif luas, maka mereka mulai mena-
nami tanah pekarangannya dengan albasia. Ikhtiar ini menja-
dikan kebutuhan keluarga petani semakin terbantu, karena ada-
nya pendapatan yang diperoleh dari tanah pekarangan, selain
pendapatan yang diperoleh dari tanah sawah.