Page 131 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 131
118 Aristiono Nugroho, dkk.
nya di Kecamatan Pituruh, Desa Karanganyar memiliki tradisi
merantau setelah tamat SMA, walaupun ada pula yang merantau
sebelum tamat SMA. Sebagai contoh, Tjipto Sutarmo (Kepala
Desa Karanganyar, tahun 1989 – 2007) memiliki 5 (lima) orang
anak, yang semuanya merantau, yang rinciannya: 2 (dua) orang
di Cibitung, 2 (dua) orang di Kerawang, dan 1 (satu) orang di
Jakarta. Oleh karena banyak anak muda yang merantau, maka
untuk menggarap tanah sawah dibutuhkan tenaga kerja dari
luar desa, misal dari Desa Kaligintung dan Desa Polowangi Keca-
matan Pituruh, serta Desa Kaliglagah Kecamatan Kemiri.
Berbagai uraian tersebut menunjukkan adanya dukungan
masyarakat bagi penerapan landreform lokal di Desa Karang-
anyar. Dukungan tersebut terlihat dari adanya partisipasi para
kulian atau pemberi hak garap atas tanah sawah terhadap pene-
rapan landreform lokal. Dukungan semakin lengkap, ketika
terlihat adanya partisipasi para buruh kulian atau penerima hak
garap atas tanah sawah. Para buruh kulian berpartisipasi dengan
melaksanakan kewajiban, seperti ronda malam dan kerjabakti,
selain menggarap tanah sawah agar produktivitasnya tinggi
dengan menanam padi dan kedelai sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan.
Landreform lokal yang diterapkan di Desa Karanganyar
sesungguhnya merupakan bagian dari ikhtiar pemberdayaan
(empowerment) versi lokal, yang meskipun demikian tetap saja
mengandung dua makna, yaitu: Pertama,”to give power or au-
thority”, atau suatu ikhtiar untuk memberi kekuasaan, mengalih-
kan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Dalam
konteks Desa Karanganyar, maka: (1) yang diberi kekuasaan
adalah petani yang memperoleh hak garap atas tanah sawah,
(2) yang dialihkan kekuatannya adalah para kulian yang menga-