Page 93 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 93
80 Aristiono Nugroho, dkk.
menggunakan strategi pendekatan yang sesuai dengan kepen-
tingan para pihak (kulian, buruh kulian, dan masyarakat pada
umumnya).
Saat ini, selain memperhatikan kepentingan kulian, buruh
kulian, dan masyarakat pada umumnya, maka seorang kepala
desa juga perlu memperhatikan kondisi pertanahan Desa
Karanganyar, di mana tanah yang ada hanya dimiliki oleh 52,51
% warganya, sedangkan sisanya (47,49 % warga Desa Karang-
anyar) tidak memiliki tanah. Oleh karena itu, ia perlu memper-
hatikan daya tahan sosial (social resilience) 47,49 % warga Desa
Karanganyar tidak memiliki tanah. Hal inilah yang menjadi dasar
utama diterapkannya landreform lokal di desa ini. Daya tahan
sosial perlu mendapat perhatian, agar tidak terjadi konflik antara
warga yang tidak memiliki tanah dengan warga yang memiliki
tanah, karena warga yang tidak memiliki tanah telah kehilangan
daya tahan sosialnya.
Berdasarkan daya tahan sosial yang ada, maka terbuka pelu-
ang bagi dilakukannya pendekatan intrusif atau pendekatan
introduksi. Pendekatan intrusif dilakukan dengan cara memper-
kenalkan gagasan yang secara budaya dekat dengan budaya
setempat. Strategi ini memakan waktu lama, karena perubahan
akan terjadi tahap demi tahap, karena para pihak diberi cukup
waktu untuk memahami dan melaksanakan gagasan sedikit demi
sedikit. Sebaliknya, pendekatan introduksi dilakukan dengan
cara memperkenalkan gagasan yang secara budaya berbeda
dengan budaya setempat. Strategi ini memakan waktu relatif
singkat, karena perubahan akan terjadi secara cepat, karena para
pihak hanya diberi waktu sesingkat-singkatnya untuk memahami
dan melaksanakan gagasan yang diperkenalkan. Dalam konteks
landreform lokal, maka pendekatan yang digunakan di Desa