Page 97 - Resonansi Landreform Lokal di Karanganyar: Dinamika Pengelolaan Tanah di Desa Karanganyar
P. 97
84 Aristiono Nugroho, dkk.
Wardjojo tentang berbagai kebijakan Soemotirto di Desa
Ngandagan, terutama yang berkaitan dengan pengaturan tanah
sawah. Keterhubungan pemikiran antara Soemotirto dengan R.
Sosro Wardjojo semakin mudah, karena adanya kemiripan perso-
nalitas di antara mereka, yaitu tegas dan berwibawa. Perbe-
daannya hanyalah, Soemotirto bergaya otoriter, sedangkan R.
Sosro Wardjojo bergaya persuasif.
Gaya persuasif R. Sosro Wardjojo dilatar-belakangi oleh
keluarga-besarnya yang merupakan keluarga yang dihormati di
Desa Karanganyar. Nama kecil R. Sosro Wardjojo adalah Samino,
sedangkan nama tuanya adalah R. Sosro Wardjoyo. Ia memiliki
ayah bernama R. Sonto Wirono (Kepala Desa Karanganyar sam-
pai dengan tahun 1935), sedangkan kakaknya bernama R. Sonto
Amijoyo (Kepala Desa Karanganyar tahun 1935-1945). R. Sosro
Wardjojo juga memiliki hubungan keluarga dengan R. Nganten
Gondo Wardjoyo dan R. Joyo Wasito, yang juga merupakan
tokoh di Desa Karanganyar. Ketika menjabat Kepala Desa
Karanganyar, keluarga R. Sosro Wardjoyo hidup sangat seder-
hana, karena beban ekonominya relatif berat, di mana ia memi-
liki dua istri. Dengan istri pertama ia memiliki 8 (delapan) orang
anak, dan dengan istri kedua ia memiliki 7 (tujuh) orang anak.
R. Sosro Wardjojo pernah menyampaikan nasihat, yang
hingga saat ini masih diingat oleh sebagian masyarakat Desa
Karanganyar, yaitu: “Siro sing penting slamet, rapet, ajeg, oleh
iso ngliwet.” Nasehat ini masih diingat oleh sebagian masyarakat,
karena bagi mereka R. Sosro Wardjojo adalah seorang lurah
(kepala desa) yang kharismatik, yang sebanding kualitasnya
dengan Soemotirto yang menjabat sebagai Kepala Desa Ngan-
dagan pada masa itu (1947-1964). Sebagian masyarakat Desa
Karanganyar menyatakan, bahwa perbedaan antara keduanya,