Page 162 - Konstitusionalisme Agraria
P. 162
oleh rezim otoritarian Soeharto yang didukung oleh militer untuk
melanggengkan kekuasaannya dan membelenggu kritik-kritik sosial
(Nasution, 2007:21-3).
Pada tataran yang lebih konkret, legitimasi yang bersumber
dari paham negara integralistik yang dalam hukum agraria mewujud
dalam konsep Hak Menguasai Negara memberikan kekuasaan yang
besar, bahkan tanpa kontrol kepada penguasa untuk menentukan
alokasi sumber daya. Kekuasaan yang besar tersebutlah yang
mendorong lahirnya konglomerasi di bidang ekonomi, perampasan
tanah-tanah rakyat untuk konsesi perkebunan, kehutanan dan
pertambangan. Salah satu kelompok yang mendapatkan manfaat
paling besar dari campur tangan negara dalam urusan perekonomian
Orde Baru adalah kaum konglomerat (Rachman, 2012:60). Kemudian
lahirnya konsentrasi penguasaan tanah, hutan dan wilayah oleh kroni
keluarga Soeharto. Dalam lapangan usaha kehutanan, konglomerasi
tersebut dapat dilihat dengan konsesi yang diberikan kepada
lingkaran dalam keluarga cendana (lihat lampiran buku).
Pada lapangan usaha kehutanan ditujukan secara jelas
bagaimana orang dalam lingkaran dalam Keluarga Cendana
memperoleh manfaat besar dari aksesnya terhadap kekuasaan
dan konsesi kehutanan. Pada titik itu pula terlihat bagaimana
konsepsi Hak Menguasai Negara yang semula dimaksudkan untuk
memperkuat kontrol negara dan upaya memberikan manfaat bagi
sebesar-besar kemakmuran rakyat disalahgunakan oleh rezim
yang berkuasa. Praktik yang demikianlah kemudian menimbulkan
banyak ketidakadilan serta mendorong munculnya gerakan sosial,
khususnya gerakan petani dan masyarakat adat yang ikut-ikutan
memuncak pada penghujung kejatuhan Soeharto bersamaan dengan
gerakan mahasiswa.
Revolusi Hijau dan Swasembada Beras
Salah satu program penting yang tak boleh dilupakan dalam sejarah
kebijakan agraria pada periode ini adalah program pertanian untuk
Swasembada Beras. Program ini merupakan pelaksanaan dari
Konstitusi Agraria dan Penggunaannya dalam Tiga Rezim Pemerintahan 131