Page 74 - Konstitusionalisme Agraria
P. 74
masing-masing mengajukan sendiri dasar negara untuk dijadikan
dasar negara dalam konstitusi Indonesia baru, yaitu kelompok
pendukung Pancasila, Islam dan Sosial-ekonomi.
Kelompok pendukung Pancasila ada 248 suara yang terdiri dari
PNI (116 suara), IPKI (8 suara), GPPS (5 suara), Parkindo (16 suara),
Partai Katolik (10 suara), PKI (60 suara), Republik Proklamasi (20
suara), Acoma (1 suara), PSI (10 suara), Bapeki (2 suara). Kelompok
pendukung Islam ada 228 suara antara lain Masyumi (112 suara),
NU (91 suara), PSII (16 suara), Perti (7 suara), PTI (1 suara), GPS (1
suara). Sementara itu pendukung Sosial Ekonomi terdiri dari Murba
(4 suara), Partai buruh dan partai nasionalis lain (Bdk Kusuma dan
Khairul, 2008:xii).
Kelompok pendukung Sosial-ekonomi yang minoritas hendak
menjadikan Pasal 33 UUD 1945 yang kemudian berubah menjadi
Pasal 38 dalam UUDS 1950 sebagai dasar negara Indonesia baru. Mas
Ngabei Mohammad Hamzah dari Partai Buruh yang mendudung
Sosial-ekonomi menyampaikan bahwa Pasal 33 UUD 1945 dapat
menjadi dasar negara untuk menggantikan politik imperialisme dan
kolonialisme yang sebelumnya pernah menindas rakyat Indonesia.
Hamzah menyebutkan: “Apabila sosial-ekonomi yang sesuai dengan
tujuan revolusi yang telah dirumuskan dalam Pasal 33 UUD 1945
digunakan sebagai dasar negara dan dasar prinsip, dapat dilaksanakan
kemakmuran dan keadilan sosial, kiranya dapat diterima oleh semua
pihak.” Pada periode ini nampak pula bagaimana gagasan konstitusi
agraria, atau juga dapat disebut konstitusi ekonomi dalam hal ini
menjadi ideologi dan pilihan politik dari pihak yang bersidang di
dalam Konstuante.
Dalam perjalanannya, kelompok Sosial-ekonomi yang
memperjuangkan Pasal 33 UUD 1945 melebur menjadi pendukung
Pancasila. Meskipun begitu, Konstituante tetap tidak bisa mencapai
kuorum untuk memutuskan dasar negara. Pemerintah melakukan
intervensi dan akhirnya karena dianggap gagal menjalankan amanat
untuk membuat konstitusi baru, Presiden Soekarno membubarkan
Konstituante dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Wacana Konstitusi Agraria 43