Page 167 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 167
Ancaman kerusakan lingkunganlah yang menjadikan
masyarakat khawatir sehingga memunculkan penolakan
penambangan. Sebab, perkembangan industri sering kali
menimbulkan pengaruh-pengaruh negatif, sebagaimana
diungkapkan Bryant dan Bailey (1997: 57):
“The environmental implications of the Third World s ifty year long
quest to industrialise have been twofold. First, this state sponsored
quest has been associated with eforts to maximize natural resource
extraction as Third World States have emphasized the extraction
for export mainly to the irst world of timber, minerals, ish and
cash crops.
“Industrialisasi yang semakin berkembang memiliki dua implikasi.
Pertama, pencarian yang disponsori negara diasosiasikan dengan
usaha untuk memaksimalkan ekstraksi sumber daya alam seperti
negara-negara Dunia Ketiga yang melakukan ekstraksi untuk
ekspor (terutama untuk negara dunia pertama) kayu, mineral,
ikan dan tanaman pertanian.
Pemerintah Kabupaten Kebumen meningkatkan industri
dengan cara memaksimalkan ekstraksi sumber daya alam.
Dalam waktu dekat, ekstraksi pasir besi akan dilakukan di pesisir
Kebumen selatan yang hasilnya akan diekspor ke negara industri.
Namun, seperti yang dikatakan Bryant dan Bailey, proses ini
akan menyebabkan marginalisasi ekonomi dan politik bagi
grassroots actors yang cenderung lemah. Marginalisasi politik
terwujud ketika masyarakat tidak ikut dilibatkan dalam keputusan
mengenai penambangan pasir besi. Sedangkan marginalisasi
ekonomi terwujud saat masyarakat yang menggantungkan
hidupnya pada pertanian tidak lagi dapat mengakses lahan
tersebut ketika penambangan pasir besi telah dimulai. Masyarakat
Urutsewu menjadi aktor yang mengalami marginalisasi dalam
142 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik