Page 169 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 169
Adanya marginalisasi ekonomi dan politik pada grassroots
actors menyebabkan negara mendapatkan tekanan dari berbagai
kalangan. Friedmann (dalam Bryant dan Bailey, 1997: 58)
berpendapat:
“The growing political prominence of grassroots actors has been
especially noticeable in this regard, and has been associated
with demands by farmers movements and indigenous people s
organizations for a whole new set of policies predicated on social
justice, local empowerment and environmental conservation.
“Keunggulan politik yang tumbuh dari grassroots actors seperti
tumbuhnya kepentingan politik grassroots actors diasosiasikan
dengan tuntutan gerakan petani, organisasi orang-orang asli,
untuk membuat kebijakan yang berkeadilan sosial, menguatkan
masyarakat lokal dan konservasi lingkungan.
Akibat adanya marginalisasi ekonomi dan politik terkait
dengan penambangan pasir besi, pemerintah kabupaten Kebumen,
DPRD, dan TNI AD mendapat tekanan dari masyarakat lokal yang
terhimpun dalam forum masyarakat. Tekanan dilakukan melalui
audiensi maupun aksi-aksi demonstrasi. Negara dituntut untuk
membuat kebijakan yang pro dengan masyarakat, baik terkait
dengan permasalahan tanah di Urutsewu antara masyarakat dan
TNI AD, maupun persoalan penambangan pasir besi. Negara
juga dituntut untuk membuat kebijakan yang pro lingkungan
dengan menjadikan wilayah Urutsewu sebagai kawasan pertanian
dan pariwisata. Tuntutan ini dinilai lebih ramah lingkungan
dibandingkan dengan menjadikan Urutsewu sebagai kawasan
uji coba senjata dan lokasi penambangan pasir besi.
Marginalisasi yang dialami oleh masyarakat Urutsewu
merupakan salah satu bentuk ketidakadilan. Mengacu pada
Camara (2005: 31), ketidakadilan merupakan salah satu bentuk
kekerasan.
144 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik