Page 173 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 173
untuk membantu mengamankan situasi dan keamanan. Polisi dituntut
untuk aktif dalam memberikan keamanan pada masyarakat sipil.
Namun, konsolidasi yang sudah dilakukan dengan pemerintah
kabupaten, DPRD, Polres Kebumen, dan TNI AD membuat polisi
bersikap lunak pada konlik yang terjadi di Urutsewu.
Represi yang dilakukan oleh negara tidak menghentikan
kekerasan, tetapi justru menimbulkan ketidakadilan baru. Bentuk
ketidakadilan yang paling terlihat adalah ketika warga pelaku
perusakan ditahan di Polres Kebumen, diadili menurut hukum,
dan harus mendekam di penjara. Sementara TNI AD yang telah
melakukan penembakan, pemukulan, perusakan, perampasan,
dan teror terhadap masyarakat tidak dikenai proses hukum.
Kekerasan yang dilakukan oleh aktor-aktor yang berkuasa,
baik yang berbentuk ketidakadilan maupun kekerasan fisik,
merupakan upaya untuk memenangkan kepentingan aktor-
aktor tersebut. Hal ini karena gerakan masyarakat yang
kuat akan mengancam kepentingan aktor-aktor lain seperti
kepentingan pemerintah kabupaten, penambang, maupun
institusi TNI AD. Beberapa upaya pelemahan terhadap gerakan
masyarakat Urutsewu terlihat dilakukan oleh aktor-aktor yang
berkepentingan tersebut dengan cara-cara di bawah ini.
1. Gerakan penolakan penambangan pasir besi pada 23 Maret
2011 dipecah belah. Dengan tidak hadirnya masyarakat
Kecamatan Mirit dalam aksi tersebut, terkesan bahwa
gerakan masyarakat Urutsewu hanya dilakukan secara
parsial oleh warga Kecamatan Ambal dan Buluspesantren
yang memiliki kepentingan tertentu.
2. Gerakan penolakan penambangan pasir besi pada 23 Maret
2011 coba dibelokkan menjadi gerakan yang berfokus
pada perlawanan uji coba senjata dan penolakan kawasan
148 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik