Page 175 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 175
2011. Keempatnya didakwa dengan Pasal 170 ayat 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana tentang penganiayaan
dan perusakan dengan hukuman satu tahun penjara. Ketiga,
Upaya kriminalisasi terhadap aktivis FPPKS dengan tuduhan
melecehkan nama baik institusi TNI AD dan dijerat hukum.
Selain itu, beberapa aktivis FPPKS seperti Imam Zuhdi,
Paryono, dan Nur Hidayat disibukkan dengan menjadi saksi
untuk kasus perusakan gapura.
5. Adanya upaya untuk memecah belah masyarakat Urutsewu.
Setelah gerakan Kecamatan Mirit memisahkan diri, upaya
pelemahan juga terjadi di Desa Ayam putih dan Ambalresmi.
Caranya dengan kemunculan Forum Komunikasi Konsolidasi
Ketenteraman dan Ketertiban Urutsewu Kebumen (FK4UK).
Kelompok masyarakat yang diresmikan oleh pemerintah
kabupaten, pemerintah provinsi, dan didukung oleh TNI
ini terlihat jelas kontra dengan gerakan FPPKS. Perpecahan
Urutsewu semakin terlihat ketika berlangsung sidang kasus
penganiayaan 11 April 2011.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh negara ini
mendorong munculnya perlawanan sosial yang lebih besar.
Berbagai ornop, ornop lingkungan, dan Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) membantu masyarakat dalam proses hukum dan
penguatan masyarakat, seperti LBH Pakhis, Institute for Social
Strengthening Studies (INDIPT), Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (ELSAM), Lembaga Pengabdian Hukum Yekti Angudi
Piyadeging Hukum Indonesia (LPH YAPHI), Generasi Muda
NU (Gemunu) Kebumen, LBH Yogyakarta. Lembaga-lembaga
tersebut bergabung dalam satu tim bernama Tim Advokasi
Petani Urutsewu (TAPUK) yang diketuai oleh Teguh Purnomo,
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kebumen. Tim TAPUK sangat
membantu masyarakat Urutsewu dalam proses hukum warga
150 Konflik Agraria di Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik