Page 170 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 170
“Cermatilah kasus-kasus ketidakadilan di Dunia Ketiga, dalam
relasi-relasi antara Dunia Pertama dengan Dunia Ketiga. Akan
Anda temukan bahwa di mana pun, kasus-kasus ketidakadilan
adalah sebentuk kekerasan. Dapat dan harus dikatakan bahwa
di mana pun, ketidakadilan adalah sebuah kekerasan mendasar
(basic), kekerasan no. 1 (violence no. .
Atas ketidakadilan ini, masyarakat sebagai pihak yang
merasa tertekan melakukan perlawanan dengan jalan protes
dan pemberontakan. Camara (2005: 31) menyebut ini sebagai
kekerasan nomor dua.
“Kekerasan yang dimapankan ini, yakni kekerasan nomor satu,
memancing kekerasan no. 2 berupa pemberontakan, entah
dari kaum tertindas sendiri atau dari kaum muda, yang dengan
kuat diarahkan untuk memenangkan dunia yang lebih adil dan
manusiawi.
Adanya ketidakadilan mendorong masyarakat Kecamatan
Mirit yang diorganisir oleh FMMS untuk melakukan penolakan
terhadap penambangan pasir besi. Penolakan dilakukan dengan
memasang spanduk dan baliho di sepanjang jalan antara Desa
Mirit Petikusan hingga Wiromartan. Selain itu, penolakan juga
disampaikan dalam audiensi dengan pemerintah kabupaten
yang difasilitasi oleh DPRD. Sedangkan protes masyarakat yang
terhimpun dalam FPPKS dilakukan melalui audiensi dengan
anggota DPRD, media komunikasi, dan melalui aksi demonstrasi.
Aksi demonstrasi Pasowanan Agung menjadi perlawanan besar
masyarakat Urutsewu dengan tuntutan yang mendasar. Aksi ini
adalah wujud partisipasi mereka dalam menuntut keadilan dalam
posisi mereka sebagai masyarakat yang dekat dengan lingkungan.
Namun, ada upaya pelemahan dalam aksi tersebut berupa
bujukan Bupati kepada masyarakat Kecamatan Mirit untuk tidak
melakukan aksi dan membuat surat penolakan bermaterai.
Analisis Konflik Ekologi Politik 145