Page 172 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 172

Perlawanan FPPKS mencapai puncaknya pada tanggal 16
            April 2011 ketika TNI AD bersikukuh melakukan uji coba senjata
            di Desa Kenoyojayan, Kecamatan Ambal. Masyarakat merasa TNI
            AD telah mengkhianati perjanjian di pertemuan 11 April 2011, di
            mana TNI AD tidak akan melakukan latihan selama belum ada
            kesepakatan. Kekecewaan ini disampaikan dalam bentuk ziarah
            di makam korban ledakan mortir. Namun, permasalahan menjadi
            memanas ketika warga mengetahui blokade jalan yang mereka
            buat dirusak oleh TNI AD. TNI sendiri beralasan bahwa membuat
            blokade adalah satu pelanggaran hukum. Kemarahan warga
            dilampiaskan dengan membuat blokade kembali, merobohkan
            gapura, dan merusak genteng di bekas gudang amunisi.
                   Apabila konlik telah terwujud dalam perlawanan dan

            protes dari masyarakat, penguasa akan melakukan segala cara
            untuk mengamankan posisinya. Seperti yang dikatakan oleh
            Camara (2005: 36):

                 “Ketika konflik sampai ke jalan-jalan, ketika kekerasan no. 2
                  mencoba melawan kekerasan no. 1, para penguasa memandang
                  dirinya wajib menjaga atau memulihkan ketertiban umum, sekali
                  pun itu berarti dipakainya kekuatan; inilah kekerasan no.  .

                 Melihat perusakan-perusakan yang dilakukan warga, TNI
            AD memandang dirinya wajib menjaga ketertiban meskipun
            dengan cara menembaki warga, menangkapi aktivis-aktivis
            FPPKS, dan melakukan sweeping ke desa-desa. Di sinilah
            bentuk kekerasan yang ketiga, yaitu represi negara. Represi
            yang dilakukan oleh TNI AD tidak mampu dicegah oleh polisi
            yang saat itu juga ada di wilayah Urutsewu. Bahkan represi ini
            seakan dibenarkan dengan alasan tindakan masyarakat yang telah
            merusak gapura dan bekas gudang amunisi merusak ketertiban
            umum. Namun, sesudah kejadian ini, Kepolisian Daerah Jawa Tengah
            mengirimkan satu Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau seratus personel


                                            Analisis Konflik Ekologi Politik     147
   167   168   169   170   171   172   173   174   175   176   177