Page 168 - Konflik Agraria Urutsewu: Pendekatan Ekologi Politik
P. 168
pengelolaan sumber daya alam di lingkungannya sendiri. Padahal,
masyarakat Urutsewu merupakan aktor yang paling dekat dengan
lingkungan dan sumber daya alamnya. Alam menjadi sumber mata
pencaharian dan tempat menggantungkan hidup bagi mereka.
Perkembangan industri turut membawa efek lain seperti
polusi udara, tanah, dan air yang meningkat dari proses
manufaktur (Bryant dan Bailey 1997). Penambangan pasir besi
di Mirit akan menyebabkan adanya penurunan kualitas udara,
kebisingan (polusi suara), gangguan kelancaran dan keselamatan
lalu lintas, menurunnya kualitas daerah, dan perubahan vegetasi
tanah. Keadaan ini akan menjadi ancaman konkret bagi
85
grassroots actors.
Penambangan pasir besi dilakukan semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan industri negara-negara maju dan
memberikan keuntungan pada perusahaan yang melakukan
penambangan. Sebagaimana yang diungkapkan Stiglizt (2007)
bahwa dinamika politik di negara kaya sumber daya alam
sering kali mengarah kepada ketidakadilan. Hal ini terjadi
pada negara maju dan berkembang yang kekayaan sumber daya
alamnya digunakan untuk tetap menguasai ekonomi dan politik,
termasuk upaya memperkaya diri sendiri dari hasil sumber daya
alam tersebut (Bryant dan Bailey, 1997: 216). Pada praktiknya,
pengelolaan sumber daya alam di Urutsewu lebih dikuasai oleh
TNI AD, yang diamini oleh pemerintah kabupaten. Padahal, lahan
tersebut secara konstitusional bukan milik TNI AD dan masih
dalam sengketa antara masyarakat Urutsewu dan TNI AD. Jika
dirunut lagi, maka TNI AD, dalam hal ini Kodam IV/Diponegoro,
tidak berhak mengeluarkan rekomendasi penggunaan lahan yang
sedang dalam sengketa untuk kegiatan penambangan.
85 Dokumen AMDAL PT MNC.
Analisis Konflik Ekologi Politik 143