Page 136 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 136
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 109
‘eigendom’, sebab hak ‘eigendom’ hanya diberikan kepada
warga Negara sebagai perorangan yaitu pribadi hukum
(corpus). Maka hakekat dari kewenangan ‘kepemilikan’
Pemerintah, merupakan suatu pelimpahan kewajiban publik
untuk mengurus, mengatur, dan menggunakan tanah milik
Negara (landsdomein) bagi kepentingan umum. Karena
itu, hak Pemerintah disebut, ‘hak mengurus’ (beheersrecht),
bukan ‘hak milik keperdataan’ (eigendoms recht). Tanah yang
dimiliki Pemerintah itu, dalam sistim hukum pertanahan
Hindia Belanda, disebut ‘tanah pemerintah’ (gouvernement
grond – disingkat GG). Tanah milik Pemerintah (tanah
GG) itu tidak termasuk dalam pengaturan Pasal 570 BW/
KUHPInd., melainkan menjadi kewajiban publik Pemerintah
untuk mengurus dan memelihara serta menjaga tanah milik
Negara (landsdomein/staasdomein) dari perusakan (vernieling),
penguasaan tanpa hak (wilde occupatie), ataupun penyerobotan
(depossideren) tanah milik Negara. Kewajiban publik demikian
itulah yang disebut ‘hak mengurus’ (berheersrecht).
Akan tetapi, dalam konsepsi hukumnya, Pemerintah
(gouvernement) sebagai pelaksana kedaulatan Negara
(uitvoering van staatssouvereigniteit), Pemerintah berkuasa dan
berwenang melaksanakan kekuasaan Negara sebagai pemilik
tanah tertinggi (het hoogste eigenaar op de grond), berdasarkan
undang-undang dasar (IS 1925) dan asas-asas dasar
Hukum Pertanahan (BW/KUHPInd.) yang dianut. Hak
kepemilikan tanah tertinggi oleh Negara itu, dalam sistim
hukum Anglo-Amerika (Anglo-Saxon) disebut ‘right of eminent
domain’. Jadi pelaksanaan ‘right of eminent domain’ itu, hanya
dibenarkan atas kekuasaan Negara sebagai pemilik tanah
tertinggi. Maka untuk Indonesia, yang secara konstitusional
UUD 1945 menetapkan kedudukan Negara RI, hanya
sebagai ‘penguasa dengan hak menguasai atas tanah’, tidak
berhak, bahkan melawan konstitusi dasar Negara, apabila
Negara RI mendakui atau mengklaim diri memiliki ‘right of
eminent domein’.