Page 145 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 145

118     Herman Soesangobeng

                 bidang tanah, status pernikahannya, dan sebagainya
                 yang disebut data  ‘textual’  atau  ‘yuridis’  yang harus dibuat
                 oleh pejabat Departemen  Dalam  Negeri (Departement  van
                 Binnenlands Bestuur), tidak  harus dilakukan dengan  kepastian
                 tidak  adanya  pemalsuan  data ataupun identitas pemohon.
                 Demikian pula pemastian jatidiri bidang tanah berupa data
                 fisiknya  yaitu mengenai  luas tanahnya, letak patok-patok
                 batas serta garis  batasnya yang  harus dilakukan  dengan
                 cermat, teliti dan memenuhi syarat ‘contradictioire delimitatie’,
                 yang disebut juga data ‘spasial’ atau ‘fisik’ oleh pejabat Kantor
                 Kadaster, pun tidak harus bebas  dari pemalsuan ataupun
                 keteledoran petugas.
                    Jadi kemungkinan keteledoran dan kekhilafan manusiawi
                 (human error) dari petugas pelaksana, masih dapat dibenarkan
                 atau ditoleransi. Baru ketika akan  diputuskan  kedudukan
                 hak  ‘eigendom’-nya,  oleh  hakim  pengadilan negeri, maka tidak
                 boleh terjadi kesalahan manusiawi (heman error). Sayangnya,
                 tradisi  ‘human  error’  ini,  masih terus  diwarisi  hingga kini
                 oleh petugas pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan/BPN,
                 sehingga timbul citra  lemahnya kepercayaan masyarakat
                 terhadap kekuatan hukum sertipikat hak milik (SHM) atas
                 tanah.
            5.3.A.3. Pembuktian hak ‘eigendom’ menurut sistim  pendaf-
                 taran negatif Hindia Belanda
                    Dari uraian tentang sistim pendaftaran ‘acte van  eigendom’
                 itu, menunjukkan bahwa pembuktian hak atas tanah menurut
                 sistim pendaftaran tanah negatif Belanda yang dianut di
                 Hindia Belanda, memiliki tiga bentuk. Pertama, pada adanya
                 ‘gerechtelijk acte van zakelijk recht’ dari Hakim Pengadilan
                 Negeri untuk bukti hak kebendaannya bidang tanah yang
                 dimohonkan hak kepemilikannya. Kedua, pada adanya surat
                 berupa catatan yang dibuat Notaris, sebagai catatan   atas
                 keputusan  penegasan hak  ‘eigendom’  yang menjadi  milik
                 pemegang ‘acte van eigendom’; dan ketiga, pencatatan ‘acte van
   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149   150