Page 147 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 147

120     Herman Soesangobeng

                 recht) melainkan hak perorangan (persoonlijk recht), sehingga
                 pemberian haknya cukup diberikan oleh pejabat ‘bezoldigde
                 ambtenaar’ di bidang Pemerintahan/Eksekutif, bukan
                 Judikatif. Sebagai hak perorangan, maka hak sewa dibatasi
                 jangka waktu persewaannya berdasarkan kesepakatan
                 pemilik dengan penyewa tanah. Tetapi dalam sistim hukum
                 pertanahan  Belanda (BW/KUHPInd.),  terdapat  dua  hak
                 agraria  yang diperlukan  dalam hubungan perdagangan
                 sehingga  membutuhkan jangka waktu yang  jauh lebih
                 panjang, maka harus diputuskan menjadi sama dengan  hak
                 kebendaan oleh  pejabat  Judikatif.  Kedua  hak itu adalah
                 hak ‘erfpacht’ dan ‘recht van opstal’, maka kedua hak ini harus
                 terlebih dahulu diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri
                 menjadi hak kebendaan, agar tanahnya dapat dibebani
                 dengan hak tanggungan yang disebut ‘hipotik’ (hypotheek).
            5.3.A.4.2. Peraturan Agraria  Daerah Swapraja (Zelfsbetuur
                 Agrarische Regelen):
                    Di  daerah-daerah  kekuasaan  Raja-Raja Pribumi  masih
                 kuat, pemerintah Belanda tetap mengakuinya sebagai Negara
                 Pribumi . Maka hubungan perolehan dan penguasaan
                        35
                 bagi penggunaan tanahnya pun  diatur  berdasarkan  suatu
                 perjanjian keperdataan antar Negara. Sebelum pemerintahan
                 Belanda menjadi sebuah  Negara Bagian independent yang
                 disebut Hindia Belanda, perolehan tanah di daerah-daerah
                 kekuasaan Raja-Raja Pribumi itu dilakukan melalui suatu
                 perjanjian perdata (kontrak) langsung antara pemerintahan
                 Belanda di daerah jajahan dengan Raja-Raja Pribumi.
                 Maka sebelum  1925,  dikenal dua  macam  perjanjian yaitu
                 ‘perjanjian  panjang’ (lange contraten),  dan  ‘pernyataan
                 pendek’ (korte verklaring). Perjanjian-perjanjian  itu  disebut
                 ‘kontrak’,  karena  penguasaan  daerahnya tidak dilakukan
                 melalui  perang penaklukan wilayah (geconquesteerd  oorlog),


                35   G.J.  Resink,  Negara-Negara  Pribumi  di  Kepulauan  Timur.  Seri
            terjemahan LIPI-KITLV. Jakarta: Bhratara, 1973
   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152