Page 157 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 157
130 Herman Soesangobeng
perbuatan hukum oleh pemegang hak atas benda tersebut.
Maka dibedakan antara keputusan berupa penetapan hak
milik keperdataan yang besifat kebendaan atas tanah yang
diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri sebagai pejabat
Negara ‘bezoldigde overheids ambtenaar’, dengan surat bukti bagi
pemegang hak milik keperdataan yang dibuat oleh pejabat
Negara ‘onbezoldigde overheids ambtenaar’ yaitu Notaris. Dengan
menggunakan analogi teori ‘administratiefrecht’-nya Prins
dan teori ‘beschikkingsrecht’-nya Ter Haar, maka keputusan
penetapan Hakim Pengadilan Negeri yang disebut ‘beschikking’,
adalah penegasan hak keperdataan orang dalam arti statis
(recht in rust); sedangkan keputusan Notaris yang disebut ‘acte
van eigendom’, adalah alat bukti hak untuk digunakan dalam
pergaulan hidup di bidang harta kekayaan serta perdagangan
dalam bentuk perikatan hukum (verbntenis), sehingga dapat
dikatakan sebagai bukti hak dalam keadaan bergerak (recht
in beweging). Analogi ini dalam sistim hukum ‘komon’
(common law) dan Anglo-Saxon, disebut ‘title’ untuk hak milik
keperdataan atas benda tetap, sedangkan hak dalam arti luas
baik bagi perbuatan hukum maupun atas benda tetap serta
tidak tetap (chattel) disebut ‘right’.
5.3.D.5. Akta Notaris (notareel acte) bukan bukti penyerahan
tanah maupun bukti peralihan hak ‘eigendom’:
Rincian pemisahan dan pembedaan antara bukti hak
keperdataan atas benda tetap dengan bukti perbuatan
hukumnya itu diperlukan, karena ajaran serta asas
hukum tentang persyaratan peralihan atau penyerahan
hak keperdataan yang bersifat kebendaan atas tanah
(leveringsvoorwaarde), harus dilakukan dengan prosedur yang
disebut ‘traditio brevi manu’ pada hukum Romawi dan
diadopsi menjadi ‘juridische levering’ dalam sistim hukum
BW/KUHPInd. Asas dan ajaran penyerahan tanah serta
peralihan hak atas benda-benda tetap (onroerend goederen)
itu, harus dilakukan melalui perbuatan hukum yang disebut