Page 166 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 166
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 139
‘surat penetapan’ Hakim tentang berlakunya sifat kebendaan
dari hak ‘eigendom’ yang dimilikinya, ketika hendak meminta
dibuatkan ‘acte van eigendom’-nya dari Notaris.
Terhadap lembaga ‘penundukkan diri secara suka rela’
(vrijwillige onderwerping) pun salah ditafsirkan sehingga
menimbulkan kekacauan logika hukum. Politik hukum itu
ditafsirkan bahwa setiap orang, baik Bumiputra maupun
Timur Asing yang melakukan perbuatan hukum yang diatur
dalam hukum Belanda, adalah otomatis diberlakukanlah
hukum Belanda (BW/KUHPInd. dan WvK) kepadanya.
Dilupakan bahwa untuk dapat dianggap sama dengan
penduduk Eropah (gelijkgesteld Europeanen), itu hanyalah
untuk pergaulan sosial, namun tidak otomatis menjadi sama
hak hukumnya dengan orang Belanda/Eropah, yaitu sama
sebagai pribadi hukum (corpus) yang otomatis tunduk pada
hukum Belanda. Untuk kesamaan kedudukan hak hukum
itu, kepada orang Timur Asing maupun Bumiputra, harus
memiliki surat keputusan dari pejabat ‘bezoldigde ov.ambtenaar’
yaitu pejabat Departemen Dalam Negeri. Jadi tanpa surat
keputusan (besluit) penyemaan kedudukan (gelijkgestelde
Europeanen) dari penjabat Pemerintahan Dalam Negeri, maka
perbuatan hukum atau perjanjian yang dibuat orang Timur
Asing dan Bumiputra yang dibuktikan dengan ‘notareel acte’
itu merupakan perbuatan hukum yang ‘tidak mengikat’
(ontbinden) dengan ancaman hukuman ‘notareel acte’-nya
‘batal dengan sendirinya’ (nietig eo ipso).
5.3.D.6.e.3. Kecerobohan Notaris dan penegak hukum
lainnya di Hindia Belanda:
Pada umumnya Notaris serta para penegak hukum
pertanahan maupun keagrariaan Belanda di Hindia
Belanda, tidak cermat menafsirkan makna dari logika politik
pernyataan ‘berlakunya hukum Barat/Belanda’ (toepasselijke
verklaring aan Europese recht) dan ‘penunduklan diri secara suka
rela’ (vrijwillege onderwerping) pada hukum Barat/Belanda.