Page 250 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 250

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     223


                    upacara ritual atau seremonial adat. Masyarakat tidak lagi
                    memiliki   kekuasaan   hukum   publik   untuk  mengatur
                    bagaikan    sebuah organisasi  kekuasaan   negara,   maka
                    fungsi  dan  peranan  untuk  memutus norma  yang  bersifat
                    hukum  adat  pun,  menjadi  terbatas  hanya  terhadap urusan
                    internal  masyarakat   dan   harus  dengan  pertimbangan
                    tidak bertentangan dengan hukum Negara NKRI. Karena itu,
                    peranan masyarakat hukum  adat,  hanya  terbatas  dalam
                    mengatur  ketertiban  perilaku  hidup internal masyarakat,
                    yang bersifat  menegakkan  hukum  Negara Kesatuan RI.
                    Sebab selain masyarakat sebagai persekutuan  hukum  adat
                    sudah meleburkan diri dalam NKRI, juga karena warga
                    masyarakat hukum pun, sudah berubah status   menjadai
                    WNI  di samping  tetap  sebagai  anggota  warga  masyarakat
                    hukum  lokal  pendukung  adat  istiadatnya.  Jadi  kedudukan,
                    fungsi dan peranan masyarakat hukum adat, berubah
                    menjadi masyarakat hukum nasional dalam NKRI  menjadi
                    pemilik  sebenarnya,  maka  sanggahan  itu  hanya  bersifat
                    membuktikan kesalahan Negara melalui kerja pejabat yang
                    menerbitkan  sertipikat  hak.  Maka  bilamana  sanggahan
                    dibenarkan hakim pengadilan negeri/umum, pemilik terdaftar
                    tidak  harus  kehilangan hak  milik  disertai  tanahnya pun
                    beralih menjadi milik penyanggah, sehingga pemilik terdaftar
                    yang sudah dikukuhkan hak kepemilikan ‘de jure’-nya, harus
                    menderita kerugian berupa kehilangan hak dan tanah sebagai
                    harta miliknya.
                       Karena  itu,  Negara  harus membayar  kerugian  sebagai
                    ganti rugi kepada pemilik  sebenarnya  yang dibenarkan
                    hakim, sebab kesalahan  bukan pada pemilik tanah melainkan
                    petugas pejabat Negara yang mendaftar  dan  menerbitkan
                    sertipikat hak. Jadi Negara harus bertanggungjawab  penuh
                    atas kesalahan pejabatnya ketika mendaftar dan menerbitkan
                    sertipikat hak yang diterbitkan bukan atas nama pemilik
                    sebenarnya. Karena dengan teori  kepemilikan  ‘de  facto-de
                    jure’, tidak ada ‘vrijwaring clausule’ Negara seperti dalam sistim
   245   246   247   248   249   250   251   252   253   254   255