Page 252 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 252

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     225


                    itu,  perlu  diterjemahkan   kembali   dengan   tafsiran
                    kontemporer agar dapat dilembagakan kembali dalam sistim
                    Hukum  Pertanahan  dan  Keagrariaan  Nasional Indonesia.
                    Konsep ‘tunai’ (kontant  handeling) yang dalam ajaran teori
                    ‘beschikkingsrecht’ adalah pembayaran untuk keseimbangan
                    nilai magis tanah yang akan diserahkan dan  haknya  beralih
                    kepada  pembeli.  Untuk  itu,  pembeli  wajib  membayar
                       lunas  dengan  tunai  dan serta  merta,  sesuatu  yang
                    bermakna  nilai  magis kepada penjual. Pembayaran lunas
                    itu tidak boleh ditunda,  agar tidak menjadi  hutang yang
                    pelunasannya kelak harus dibayar  oleh pembeli  kepada
                    penjual. Dari filosofi inilah maka Ter Haar menerjemahkan
                    perbuatan ‘jual tanah’ yang bersifat mengalihkan hak dan
                    menyerahkan tanah sebagai benda tetap, ke dalam ‘perjanjian
                    tanah’ (grond transaktie) yang merupakan perbuatan tunai
                    (kontant handelingen). Sedangkan ‘terang’,  diartikan dengan
                    makna  bahwa perjanjian  tanah  yang dibuat  penjual dan
                    pembeli itu, sudah sesuai dan tidak bertentangan   dengan
                    ketentuan  hukum  adat  yang  berlaku.  Untuk  itu, kesaksian
                    dan kehadiran  kepala adat dan kepala masyarakat  hukum
                    adat, pada saat peristiwa jual beli diadakan, diperlukan untuk
                    memastikan bahwa perjanjian itu benar sudah sesuai dengan
                    asas dan ajaran hukum adat, sehingga sah untuk mendapatkan
                    jaminan kekuatan mengikatnya oleh masyarakat hukum adat.
                       Penafsiran tradisional hukum adat ini, perlu diterjemahkan
                    ulang sesuai dengan perubahan struktur dan organisasi sosial
                    politik masyarakat yang kini sudah menjadi sebuah Negara
                    berupa NKRI. Perbuatan ‘tunai’ itu,  dapat diartikan  sama
                    dengan membayar nilai intrinsik tanah berupa keuntungan
                    spiritual dan materiil ekonomi yang diharapkan dapat diperoleh
                    dan  dinikmati  penjual  atas  tanah  yang dijualnya.  Artinya,
                    penerjemahan kembali arti ‘tunai’  adat itu, tidak terhadap
                    nilai magis yang abstrak, melainkan nilai keuntungan social-
                    ekonmi-dan spiritual yang nyata atas harapan keuntungan
                    yang bisa diperoleh  dan  dinikmati   apabila tanah tidak
   247   248   249   250   251   252   253   254   255   256   257