Page 251 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 251

224     Herman Soesangobeng

                 negatifnya  ‘rechtskadaster’  yang diterapkan  Negara Hindia
                 Belanda di Indonesia.

            19. Perubahan kedudukan hukum warga masyarakat hukum
                 menjadi WNI:
                    Perubahan  status  hukum  masyarakat  adat  sebagai  satu
                 persekutuan hukum,  yang terlebur ke dalam persekutuan
                 hukum dan politik kenegaraan, menyebabkan secara  otomatis
                 demikhukum  pun,  warga  masyarakat hukumnya juga
                 berubah status menjadi WNI. Maka kepatuhan melaksanakan
                 hak  dan  kewajibannya pun  berubah,  tidak  hanya terhadap
                 terhadap persekutuan hukum adat dari masyarakatnya, tetapi
                 juga terhadap Negara NKRI, karena kedudukan hukumnya
                 yang sudah berubah menjadi WNI. Dengan lain perkataan,
                 terjadi dualisme kepatuhan warga masyarakat hukum adat,
                 yaitu selain patuh terhadap peraturan hidup bersama dalam
                 masyarakat  adatnya,  juga harus patuh terhadap ketentuan
                 hukum bernegara NKRI.
                    Maka  perlu   disadari   orientasi   sifat   kepatuhannya,
                 yaitu   terhadap masyarakat dan hukum adat, hanya berlaku
                 secara internal dalam lingkungan kuasa masyarakat hukum
                 adatnya, sepanjang  tidak bertentangan dengan peraturan
                 hukum Negara yang bersifat nasional; dan terhadap Negara
                 NKRI, sebagai  WNI,   orang  harus  mematuhi   semua
                 ketentuan   hukum   Negara.  Karena itu,  untuk  mencegah
                 terjadinya kemunafikan kepatuhan hukum, maka peraturan
                 dalam  lembaga  adat  serta  hukum  adat,  hanya  menjadi
                 bersifat ritual sopan santun pergaulan, dan bukan bersifat
                 mengikat dan memaksa terhadap semua orang yang memasuki
                 ataupun berdiam dalam daerah yang pernah menjadi wilayah
                 kekuasaan hukum masyarakat hukum adat.

            20.  Penerjemahan kembali dengan tafsiran kontemporer
                 atas ajaran ‘tunai-terang’:
                    Asas dan ajaran jual beli tanah dalam ‘perjanjian tanah’
                 menurut  filosofi  Hukum  Pertanahan  Adat  (beschikkingsrecht)
   246   247   248   249   250   251   252   253   254   255   256