Page 264 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 264

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     237


                    Pertanahan Adat Indonesia, secara kontemporer dengan
                    bahasa hukum modern.
                       Bahkan  rincian  norma  dasar  filosofis  itu,  dilembagakan
                    kembali  oleh UUPA 1960 melalui Pasal 2 UU No. 5/1960.
                    Dengan demikian, cukup alasan filosofis, asas, ajaran dan teori,
                    baik menurut falsafah Bangsa dan Negara serta alasan hukum
                    formal dalam UUD 1945, untuk mengembangkan teori ‘de
                    facto-de jure’   bagi   Hukum   Pertanahan   dan  Keagrariaan
                    Nasional Indonesia. Karena itu, kelaikan pengembangan teori
                    kepemilikan tanah ‘de facto-de jure’ untuk menggantikan teori
                    ‘eigendom’ dan ‘domeinverklaring’ kolonial Belanda, adalah sah
                    dengan dasar hukum yang kuat secara konstitusional maupun
                    filosofi Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
               7.  Penggunaan nama ‘de facto-de jure’:
                       Alasan menggunakan istilah hukum  bahasa Latin  ‘de
                    facto-de jure’ bagi penamaan  teori  hukum  kepemilikan
                    tanah  ini, adalah  berdasarkan  alasan praktis dan teoritis.
                    Alasan praktisnya, adalah karena istilah bahasa  Latin
                    itu sudah   dibakukan   dan  diterima   menjadi   bahasa
                    hukum   internasional, sehingga kandungan makna artinya
                    bisa cepat dipahami dan dimengerti. Sementara  penggunaan
                    istilah bahasa Indonesia ‘anggapan-nyata-hukum’, belum
                    dibakukan   menjadi   istilah  bahasa   hukum,   sehingga
                    kandungan maknanya   masih   perlu  dijelaskan   lebih   lanjut,
                    agar   dapat   dimengerti kandungan maknanya sebagai istilah
                    bahasa hukum.
                       Adapun  alasan teoritisnya    adalah,  karena  terbukti
                    proses  pertumbuhan hak milik keperdataan atas tanah
                    menurut Hukum  Pertanahan Adat,  ternyata sama dengan
                    proses  pertumbuhan hak serupa pada sistim hukum
                    Romawi. Persamaan itu terlihat nyata, dalam perbandingan
                    lukisan  diagram  nomor  1  pada  halaman  15  tentang  proses
                    pertumbuhan hak milik (dominus) menurut ajaran hukum
                    Romawi,  dengan  proses pertumbuhan  hak milik  menurut
                    ajaran hukum adat (beschikkingsrecht) dalam diagram nomor
   259   260   261   262   263   264   265   266   267   268   269