Page 265 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 265

238     Herman Soesangobeng

                 4 pada halaman 155.  Maka penjelasan  isi teorinya, dapat
                 dilakukan dengan menggunakan istilah Latin bagi pemahaman
                 padanan kandungan maknanya dalam istilah bahasa hukum
                 Indonesia ‘anggapan-nyata-hukum’.
                    Persamaan  teoritis  itupun,  terbukti  sama dengan isi
                 ajaran  teori  hak kepemilikan  ‘eigendom’  Belanda.  Teori
                 kepemilikan  Belanda seperti  dijelaskan oleh Asser’s-
                 Scholten ,  mengajarkan proses pertumbuhan hak ‘eigendom’
                         8
                 itu  diawali  dengan  penguasaan  dan  pendudukan  nyata
                 yang disebut  ‘bezit’,  sehingga  melahirkan  hak  kepunyaan
                 (bezitrecht) dan orang yang memiliki hak itu disebut ‘bezitter’.
                 Kedudukan hukum sebagai ‘bezitter’ tanah atau ‘empunya’
                 tanah itu, belum merupakan pemilik hak ‘eigendom’ penuh
                 yang sempurna sehingga dapat disebut ‘eigenaar’.
                    Dalam kedudukan demikian itu, seorang ‘bezitter’,  masih
                 dikategorikan  sebagai pemegang ‘hak  milik  anggapan’
                 (vermoedelijk recht van eigendom). Sebab semua warga  negara
                 Belanda,  karena  hukum (van rechtswege) adalah pemegang ‘hak
                 milik anggapan’ atas tanah milik negara. Maka kepemilikan
                 individualnya,  harus dibuktikan  secara hukum  melalui
                 pencatatan diri  seseorang sebagai  pemilik  hak  ‘eigendom-
                 privaat’. Pencatatan itu, dilakukan setelah mendapatkan
                 keputusan hakim pengadilan negeri dan pencatatan
                 (inschrijven)  surat  keputusan  haknya dalam  ‘daftar  umum’
                 (publiek register). Proses  pencatatan ‘hak milik anggapan’
                 untuk mendapatkan perlindungan  jaminan  hukum  Negara
                 itulah  yang  disebut ‘pendaftaran hak hukum’ (rechtskadaster)
                 menurut sistim pendaftaran negatif atas ‘akta tanah’ (grond
                 acte) Belanda di Hindia Belanda. Jadi penggunaan istilah
                 bahasa   Latin   ‘de  facto-de   jure’   adalah   untuk mempermudah
                 pemahaman atas padanan istilah bahasa hukum Indonesianya
                 ‘anggapan- nyata-hukum’.


                8    C. Asser’s en Paul Scholten, Handleiding tot de beoefening van het
            Nederlansch  Burgerlijk  Recht, Eerste  en Tweede  deel,  Zwolle: W.E.J.  Tjeenk
            Willink, 1912 en 1913.
   260   261   262   263   264   265   266   267   268   269   270