Page 270 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 270
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 243
sehingga tidak ada batas waktu pemakaiannya. Hak pakai ini,
dalam kepustakaan hukum adat juga dinamakan ‘hak milik
terikat’ karena sekalipun pemakai memiliki kebebasan
menggunakan dan menikmati hasilnya, namun tidak bebas
melepaskan haknya kepada pihak lain. Jenis hak ini dalam
hukum adat Minangkabau disebut ‘ganggam bauntuak’,
semnetara pemerintah Belanda melembagakannya menjadi
‘hak pakai abadi’ (duurzamgebruiksrecht) di daerah Riau.
Sedangkan hak pakai sementara, merupakan hak untuk
mengambil hasil tanah dan menikmatinya. Perbuatan hukum
untuk memperoleh tanah dengan maksud sekadar mengambil
hasil tanahnya, dilakukan melalui hubungan sewa, dengan
ketentuan jangka waktu tertentu ataupun sampai selesai
panen. Sifat hubungan hak perolehan tanah untuk dipakai
sementara waktu inilah yang dikategorikan Ter Haar ke
dalam hak atas hubungan keagrariaan (rechts in de agrarische
betrekkingen).
8.h. Dua jenis kepemilikan ‘de facto’:
Jadi kepemilikan ‘de facto’ itu, dibedakan antara ‘de facto
in abstracto’ (kepemilikan anggapan abstrak) dan ‘de facto
in concreto’ (kepemilikan anggapan nyata). Kepemilikan
anggapan ‘de facto in abstracto’, adalah kepemilikan yang masih
belum menguasai atau menduduki (bezit-Bld., occupatio-Lat.,
occupy-Ingg.) bidang tanah tertentu secara nyata. Sebaliknya
kepemilikan anggapan ‘de facto in concreto’, adalah kepemilikan
dalam hal ini orang sudah menduduki dan menguasai secara
nyata bidang tanah tertentu. Setelah menduduki tanah
secara nyata, maka hubungan hukum orang atas tanahnya
adalah sebagai ‘empunya’ atau ‘tuannya’ tanah dengan hak
yang disebut hak ‘punya’ (bezit-Bld., possessio-Lat., possession-
Ingg.). Maka kedudukan hubungan hukumnya dengan tanah
sebagai benda tetap disebut ‘hak kepunyaan’ (bezitter-Bld.,
jus possessionis-Lat., right of possession-Ingg.).