Page 275 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 275
248 Herman Soesangobeng
tentang penggunaan logika teori ini menjadi paradigma
penegakkan beberapa isu, lembaga serta perbuatan hukum
yang seharusnya dikembangkan serta dipatuhi.
2. Manfaat:
Manfaat penggunaan teori ini yang menjadi paradigma
hukum, dapat berguna bagi penegakkan dalam beberapa hal
berikut:
a. Hapus dan digantinya teori kepemilikan ‘eigendom’
serta ‘domeinverklaring’ Belanda yang penegakkannya,
telah membuat terpisah-pisah dan terceraiberainya hak
keperdataan WNI setelah kemerdekaan Indonesia.
b. Hapusnya pembedaan antara pemegang surat bukti
pajak, yang tidak dihargai sebagai pemilik tanah, dengan
kepemilikan sertipikat hak sebagai pemilik yang diakui sah
secara hukum. Maka kerancuan karena pembedaan antara
pemegang surat bukti pembayaran pajak, seperti di Jawa
disebut ‘girik’,’kikitir’, ‘petok’, dengan pemgang sertipikat
hak milik terdaftar (SHM), menjadi hapus. Sebab semua
WNI adalah pemilik tanah sebenarnya, yang hanya
dibedakan antara pemilik yang masih berstatus pemilik
‘anggapan yang abstrak’ (de facto in abstracto), atau pemilik
anggapan abstrak yang sudah ‘nyata menguasai tanah’ (de
facto in concreto), serta pemilik yang hak kepemilikannya
sudah didaftarkan secara hukum sehingga disebut
‘pemilik hukum’ (de jure) yang sudah memiliki surat
bukti pendaftaran hak. Jadi perlakuan dan penghargaan
terhadap hak kepemilikan WNI, semuanya sama yang
sebagai pemilik sebenarnya atas tanah.
c. Hapusnya perbedaan perlakuan dan penghargaan atas
keragaman lembaga hak adat atas tanah, yang terlebur
menjadi satu yaitu hak milik WNI. Sehingga pendakuan
(klaim) hak milik berdasarkan hak adat, dilebur menjadi
perlakuan dan penghargaan hak milik WNI. Peleburan
hak-hak berdasarkan hukum adat itu, tidak melalui