Page 276 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 276

Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum ....     249


                       lembaga  konversi  yang mencabut dan menggantikan akar
                       budaya hak adat atas tanah, melainkan menafsirkannya
                       kembali  secara  kontemporer  agar dapat  dilembagkan
                       ke dalam sistim hukum  pertanahan serta keagrariaan
                       nasional Indonesia.
               d.      Hapus dan tidak berlakunya lagi lembaga lahirnya hak
                       kepemilikan  serta  perbuatan  hukum  berdasarkan  hukum
                       perdata Belanda (BW/KUHPInd.) dengan sistim administrasi
                       agraria Hindia Belanda; untuk diubah dan digantikan dengan
                       teori ‘de facto-de jure’ yang bersumber pada filosofi Pancasila
                       dan  UUD  1945,  serta  sistim  pendaftaran  tanah  positif.
                       Dengan demikian,  hapus pula sistim pendaftaran  negatif
                       Hindia Belanda dan pendaftaran ‘negatif menuju positif’
                       yang dianut  PP  No.  24/1997  pun  bisa diubah  menjadi
                       pendaftaran yang sepenuhnya positif.
               e.      Hukum Pertanahan dan Agraria, menjadi pemersatu Rakyat
                       Indonesia sebagai  Bangsa  dalam  Negara  Kesatuan  Republik
                       Indonesia  (NKRI), karena tidak ada lagi penggolongan
                       penduduk berdasarkan suku, ras maupun agama serta tempat
                       tinggal, melainkan terlebur mejadi satu kesatuan  dengan
                       kedudukan  hukum  yang  setara  dan  sederajat  yaitu Warga
                       Negara Indonesia (WNI).
                       Lima  manfaat  ini,  hanya  merupakan  contoh,  karena
                    masih  banyak manfaat  yang bisa dikembangkan melalui
                    tafsiran-tafsiran hukum dalam pelaksanaan  penegakkan
                    hukum   dengan  menggunakan  teori   ‘de   facto-de jure’ ini
                    menjadi  logika serta paradigma hukum  pertanahan serta
                    keagrariaan Indonesia baru.
               3. Subjek pemegang hak:
                       Subjek pemegang hak,  adalah ‘orang’  sebagai  ‘subjek
                    hukum’  yang dalam teori  hukum  disebut ‘corpus’.  Orang
                    sebagai subjek hukum (corpus) yang  secara  umum  disebut
                    ‘badan  hukum’  (corporatum)  pun,  dibedakan antara ‘manusia
                    alamiah’  yang  juga disebut  ‘pribadi  hukum’  pemegang  hak
                    keperdataan (corpus civilis); dengan kumpulan manusia yang
                    diabstraksikan  menjadi  ‘pribadi  hukum’  pemegang  hak
                    abstrak  kedaulatan  Negara  maka  disebut  ‘corpus  comitatus’,
                    dengan Pemerintah sebagai pemegang hak bertindak dalam
   271   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281