Page 281 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 281
254 Herman Soesangobeng
(attachment-Ingg., aard en nagel vast/acessie- Bld.). Karena
ajaran ‘pelekatan’ mengajarkan asas bahwa hanya benda yang
melekat erat dengan tanahlah yang dapat diberikan untuk
dimiliki dengan hak kebendaan. Untuk itu, konsep definisi
tanah yang sempit, tidak bisa menyelesaiakan kebingungan
tersebut. Sebab definisi konsep tanah yang sempit, tidak bisa
menjawab alasan hukum yang sah dan masuk akal dengan
nalar logis, untuk membuat kotak-kotak kubus berupa ruang
hampa dalam satuan bangunan gedung bersusun, agar
bisa dipisahkan dan diberikan dengan hak milik ‘ownership’.
Maka jalan keluarnya, lalu dicarikan pada landasan
dasar filosofi konsep tanah yaitu ‘cujus est solum’ tersebut.
Dengan konsep tanah yang luas ini, diberikan tafsiran logis
bahwa karena tanah tidak hanya berdimensi horisontal tetapi
juga vertikal sampai ke kedalaman inti bumi, maka bentuk
penguasaan dan pemilikan tanah horisontal yang secara
terestris terbagi dalam bidang- bidang tanah dengan batas
yang jelas sehingga terpisah-pisah satu dengan lainnya, dapat
juga diberlakukan terhadap tanah dalam arti vertikal, sesuai
dengan filosofi konsep tanah ‘cujus est solum’. Tafsiran itu, lalu
digunakan terhadap bangunan gedung bertingkat, dalam hal
ini setiap ruangan kotak kubus, dinyatakan terpisah dengan
sekat-sekat batas yang nyata jelas sehingga bisa diserahkan
dengan hak kebendaan kepada pembeli yang membelinya.
Demikian juga gang-gang maupun ruangan untuk lift serta
tangga, dinyatakan menjadi hak milik bersama yang bersifat
umum. Konsep hak kepemilikan ruangan kubus terpisah
dalam satuan bangunan gedung bertingkat, disertai bagian-
bagian yang menjadi milik bersama itulah yang di Australia
disebut ‘strata title’, di Amerika Serikat disebut ‘condomenium’,
dan diadopsi Indonesia dengan nama ‘satuan rumah susun’
dalam hal ini hak kepemilikan disebut ‘hak milik atas satuan
rumah susun’ (HMSRS).
Jadi konsep tanah yang sempit, seperti rumusan Pasal 4
ayat 1 UUPA 1960, perlu diganti menjadi konsep tanah dalam