Page 288 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 288
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 261
BW/KUHPInd. Maka tidak perlu ada pemutusan hubungan
keperdataan Negara Hindia Belanda dengan penduduk
klas III atas tanah yang dikuasainya. Tetapi pemutusan
hubungan gadai tanah saja yang perlu dilakukan. Dengan
demikian perolehan kembali tanah milik Negara tidak
bebas (onvrij landsdomein) itu, harus dilakukan dengan jalan
pembelian kembali yang disebut ‘tebusan’ (afkopen). Harga
uang tebusannya disebut ‘afkoopsom’. Pembayaran ‘afkoopsom’
itu pun dipandang sebagai bentuk pembersihan hak-hak adat
penduduk klas III atas tanah milik Negara, sebelum tanah
diserahkan kembali kepada Negara dan menjadi sepenuhnya
tanah milik Negara bebas (vrij landsdomein). Pembersihan
hak-hak adat yang membebani tanah milik Negara tidak
bebas itu disebut ‘penebusan’ (aflossen), lalu diserahkan
kembali kepada Negara melalui lembaga
‘pelepasan hak’ (prijsgeving), sehingga tanah milik
Negara sepenuhnya menjadi tanah ‘milik Negara bebas’ (vrij
landsdomein). Pejabat yang berwenang melakukan ‘penebusan’
kembali itu adalah pejabat Pamongpraja pada Pemerintahan
Dalam Negeri (ambtenar van den Binnenlandsch Bestuur) yang
memberikan surat ‘penetapan pelepasan hak’ (prijsgeven
beschikken).
8. Penerjemahan kembali ‘beheersrecht’ sesuai ‘hak
menguasai Negara’:
Penerjemahan kembali dengan logika penafsiran dan
paradigma hukum kontemporer atas ‘beheersrecht’ setelah
kemerdekaan Indonesia, adalah harus diartikan sesuai
dengan ‘hak menguasai dari negara’ (HMDN). Dalam hal
ini, konsep kewajiban publik dari Negara RI, diartikan hanya
meliputi berkewajiban mengatur penyediaan, penggunaan,
dan pemanfaatan tanah oleh rakyat sebagai WNI. Akibat
hukumnya, adalah Negara tidak berwenang membuat
keputusan pemberian hak milik, tetapi harus memberikan izin
penguasaan dan pendudukan serta penegasan pembuktian