Page 292 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 292
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 265
rumusan Pasal 33 UUD 1945, sehingga paradigmanya
disebut ‘hak menguasai dari Negara’ (HMDN). Maka dengan
paradigma HMDN, Negara RI tidak berhak memutuskan
hak keperdataan kepemilikan tanah WNI termasuk hak
masyarakat hukum adat melalui lembaga pencabutan hak
(onteigeningsrecht-Bld., right of expropriation-Ingg.).
Tetapi Negara RI, berkewenangan hukum untuk
menetapkan (beschikken) penggunaan tanah milik masyarakat
hukum adat, melalui perundingan dan kesepakatan bersama
atas area atau bidang-bidang tanah yang akan digunakan
baik oleh Pemerintah maupun perorangan dan badan usaha
swasta. Dalam hal area atau bidang-bidang tanah milik
masyarakat hukum adat akan digunakan untuk kepentingan
umum atau pelayanan publik atau masyarakat, ataupun
untuk kepentingan pertahanan dan keamanan Negara,
maka perundingan bisa dilakukan untuk memberikan hak
pakai abadi atau selama secara nyata masih digunakan oleh
pihak pemakai.
Terhadap tanah-tanah masyarakat hukum adat yang
diserahkan untuk digunakan bagi pelayanan publik atau
kepentingan umum dan pertahanan serta keamanan Bangsa
dan Negara, maka kedudukan hukum tanahnya dalam
struktur hukum Pertanahan dan Keagrariaan Nasional
adalah menjadi tanah yang ‘dibebaskan atau dikeluarkan dari
hubungan perdagangan’ (res extra commercium). Artinya, tanah
masyarakat yang diserahkan itu hanya boleh digunakan
untuk kepentingan umum atau keamanan Negara yang
bersifat nirlaba. Fungsi dan peranan dalam penggunaan
tanah masyarakat yang nirlaba itulah, yang harus dijelaskan
kepada warga masyarakat hukum dan dibuktikan dalam
penggunaannya, agar masyarakat dan warganya tidak
menuntut ‘retribusi’ (retributie) , berupa hasil berupa laba
1
1 C. Van Vollenhoven, Miskenningen van het adatrecht: Vier
voordrachten aan de Nederlandsch-Indische Bestuursacademie, Leiden: E.J.
Bril, 1909, hlmn. 19-20.