Page 290 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 290
Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... 263
demikian, istilah ‘tanah Negara’ tetap bisa dipergunakan
sebagai istilah hukum, akan tetapi arti dan maknanya,
bukan dalam arti dikuasai ‘langsung’ dan ‘tidak langsung’.
Melainkan dalam pengertian ‘dikuasai’ untuk diatur
penggunaannya. Artinya Negara RI, secara hukum, hanya
memiliki hak dan kewenangan konstitusional untuk
mengatur hak agraria, yang akan digunakan WNI maupun
orang asing atau warga Negara asing (WNA), agar tanah bisa
menghasilkan hasil yang bisa dinikmati rakyat..
10. Negara RI tidak berhak memberikan keputusan
pemberian hak milik:
Akibat hukum selanjutnya adalah Negara RI,
tidak berhak dan berkewenangan hukum memberikan
keputusan yang bersifat memberikan hak milik kepada
WNI-nya. Hak dan kewenangan hukum Negara RI, adalah
hanya untuk memberikan izin penguasaan dan pendudukan
bagi penggunaan serta pemanfaatan tanah dengan hak
agraria oleh WNI ataupun WNA. Alasan hukumnya, adalah
karena pemilik tanah sebenarnya, adalah WNI bukan
Negara RI. Karena itu Negara, tidak berhak memberikan
keputusan pemberian hak milik kepada WNI-nya.
11. Negara RI tidak berhak mencabut hak milik WNI:
Karena Negara RI bukan pemilik tanah, maka Negara
tidak memiliki hak kepemilikan tertinggi atas tanah,
melainkan kewajiban publik tertinggi untuk mengurus,
memelihara kesuburan serta menjaga penggunaan maupun
pemanfaatan tanah agar berguna dan bermanfaat bagi
seluruh rakyat Indonesia. Maka Negara RI, tidak memiliki
dasar hukum kekuasaan untuk mencabut hak kepemilikan
WNI-nya. Itu berarti, undang-undang pencabutan hak milik
yang diwarisi dari masa kolonial Hindia Belanda dalam S.
1920-574, dengan nama ‘Onteigeningsordonnantie’, kemudian
diadopsi dan diterjemahkan menjadi Undang-Undang
Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda-Benda yang