Page 69 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 69

42     Herman Soesangobeng

                 milik Negara pada daerah-daerah ‘landschap’ atau ‘Swapraja’
                 itu, hanyalah untuk pengaturan urusan keagrariaannya, sebab
                 kepemilikan tanahnya secara hukum (juridische formeel) tetap
                 merupakan tanah milik  Negara (staatsdomein) . Jadi urusan
                                                           8
                 hak atas tanahnya, tetap menjadi urusan pemerintahan
                 pusat di Batavia. Maka dikenallah peraturan Hukum Agraria
                 Swapraja (Landschap agrarisch regelen), seperti diuraikan  oleh
                 Ardiwilaga , Dirman , Singgih    Praptodiharjo 37, dan
                          9
                                    10
                                                               11
                 Mahadi , Jansen  untuk menyebut hanya enam penulis saja.
                        12
                                13
                    Untuk daerah kekuasaan langsung  (rechtstreeks gebied/
                 Bld.,  direct rule/Ingg.), sistim pemerintahannya, menurut
                 Furnival  tetap ditujukan untuk mengamankan  perolehan
                        14
                 hasil bumi dari  perusahaan perkebunan bagi kepentingan
                 dagang pmerintah. Maka untuk daerah kekuasaan langsung
                 itu,  dikembangkan sistim  pemerintahan  yang dikepalai
                 oleh seorang  pimpinan dari penduduk asli Bumiputra yang
                 menjabat sebagai ‘Bupati’ (Regent).
                    Bupati  itu,  diawasi  oleh  seorang  pejabat orang Belanda
                 yang  menjabat sebagai ‘Residen’ (Resident), agar  Bupati  bisa
                 bekerja  sesuai dengan perintah pemerintah Belanda. Untuk
                 menjamin perolehan hasil bumi utamanya kopi, diangkat

                8    Sejak berlakunya Agrarische Wet 1870, melalui Pasal 1 Agrarisch
            Besluit, tanah milik Negara itu  disebut  ‘landsdomein’,  yang  mengacu
            pada  tanah  miliknya  Negeri  Belanda.  Namun setelah terbentuknya
            Negara Hindia Belanda dan berlakunya IS, sejak 1 Januari 1925, tanah
            milik  Negara  itu  disebut  ‘staatsdomein’,  karena  Hindia  Belanda  sudah
            merupakan  suatu Negara mandiri.
                9    R. Roestandi Ardiwilaga, Ibid.
                10   Dirman, Perundang-undangan Agraria di seluruh Indonesia, Jakarta:
            J.B. Wolters, 1958.
                11   Singgih Praptodiharjo,  Sendi-Sendi Hukum Tanah di Indonesia,
            Djakarta: Yayasan Pembangunan, 1952
                12   Mahadi,  Sedikit  Sejarah  Perkembangan  Hak-Hak Suku  Melayu
            atas Tanah di Sumatera Timur” (Tahun 1800 – 1975). Bandung: Penerbit
            Alumni, 1978
                13   Gerard Jansen,  Grantrechten  in  Deli, Medan: Oostkust van
            Sumatra-Institut, 1925
                14   J.S. Furnivall, Colonial Policy Practice: A comparative studyof Burma
            and Netherlands India, ibid., hlmn. 218.
   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74