Page 75 - Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria
P. 75
48 Herman Soesangobeng
Besluit yaitu hak ‘agrarisch eigendom’ dan hak ‘erfpacht’ yang
diatur berdasarkan Erfpacthsordonanntie 1914 untuk luar
Jawa dan Madura.
Dari rangkaian jenis-jenis peraturan Hukum Agraria
untuk mengurus (beheren) urusan-urusan bidang agraria
di atas ini, terbukti bahwa urusan agraria tetap menjadi
tujuan utama pemerintah Belanda. Bahkan sekalipun bentuk
pemerintahannya sudah berubah menjadi Negara Hindia
Belanda pada 1925, dalam hal ini penegakkan Hukum
Pertanahan BW sudah dipertegas, pun peraturan agraria tetap
menjadi bidang urusan yang diutamakan penegakkannya.
Juga perlu diperhatikan, bahwa undang-undang ‘balik nama’
(overschrijving ordonantie), ‘pencabutan hak milik eigendom’
(onteigening), pembukaan tanah (ontgining), urusan kehutanan
(boswezen), ‘penegasan hak-hak agraria BW –erfpacht, opstal-,
menjadi bersifat ‘hak kebendaan’ (zakelijk recht), semuanya
adalah peraturan perundang-undangan agraria untuk
mendukung tujuan politik agraria Negara Hindia Belanda.
Politik penegakkan hukum hak keperdataan orang (corpus)
atas tanah dengan demikian hanya berlaku bagi warga Negara
Belanda (de Hollander atau Nederlandsch onderdaan) yang tinggal
di Indonesia, dan diperluas terhadap orang Eropah maupun
orang Timur Asing yang sudah dipersamakan kedudukan
sosialnya (gelijkgestelde) dengan orang Eropah.
9. Pengacauan penegakkan Hukum Pertanahan dengan
Hukum Agraria:
Selanjutnya perlu pula disadari bahwa pengenalan dan
penegakkan Hukum Pertanahan oleh pemerintah Belanda
di Hindia Belanda, justru dikacaukan dengan penegakkan
Hukum Agrarianya. Karena ketentuan Hukum Pertanahan
yang seharusnya ditegakkan untuk hak keperdataan orang
(corpus) atas tanah, justru ditegakkan dengan menggunakan
peraturan politik Hukum Agraria. Pengacauan penegakkan
hukum itu dilakukan, karena politik hukum pemerintah