Page 96 - Penegakan Hukum Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
P. 96

diperoleh secara “atribusi”, yaitu pemberian wewenang pemerintahan
            yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
            Jadi, disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang pemerintah
            yang baru”. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang
            telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu
            wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan
            TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu
            atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian
            wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan
            TUN yang satu kepada yang lain.  Senada dengan pendapat Philipus
                                            118
            M. Hadjon mengatakan bahwa:
                “Setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu
                atas kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui
                tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan
                atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara
                oleh undang-undang dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan
                mandat adalah kewenangan yang berasal dari “pelimpahan”. 119

                 Kewenangan penertiban tanah terlantar merupakan kewenangan
            delegasi dari pemerintah (Presiden) kepada BPN. Ketentuan ini tersirat
            dalam Pasal 17 PP No.11  Tahun 2010 yang menyatakan bahwa:
            “Pelaksanaan penertiban tanah terlantar dan pendayagunaan tanah
            terlantar dilakukan oleh Kepala dan hasilnya dilaporkan secara berkala
            kepada Presiden”. Selanjutnya yang dimaksud dengan Kepala dalam Pasal
            1 angka 5 PP tersebut menyebutan: “Dalam Peraturan ini yang dimaksud
            Kepala adalah Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia”.
            Aspek kewenangan untuk menerbitkan Surat Keputusan Penetapan
            Tanah Terlantar sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) PP No. 11
            Tahun 2010 Jo. Pasal 19 Perkaban No. 4 Tahun 2010 menyebutkan:
            “Kepala menetapkan keputusan penetapan tanah terlantar atas usulan


            118  Indroharto,  Usaha memahami Undang-Undang  tentang Peradilan  Tata Usaha
                Negara, (Jakarta: Pustaka Harapan, 1993), hlm 90, lihat juga Philipus M. Hadjon,
                Tentang  Wewenang Pemerintahan (Bestuursbevoegdheid),  (Jaakarta: Pro Justitia,
                1998) h 91.
            119  Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan
                Pemerintahan yang Bersih, Pidato Penerimaan jabatan Guru Besar dalam Ilmu
                Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hlm 7 .

                      BAB IV     Pembatalan Keputusan Penetapan Tanah Terlantar Dan Akibat Hukumnya  79
   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100   101