Page 99 - Penegakan Hukum Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
P. 99

penumpang untuk sarana transportasi dari dan ke Pulau Sangiang, (iv)
            membangun mess/tempat peristirahatan, (v) membuat dan membangun
            tanggul-tanggul penahan rob di bagian Utara Pulau Sangiang, dan (vi)
            membuat kolam pemandian alam.
                 Akibat terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia pada
            Tahun 1997-1998 dan adanya perselisihan internal para pemegang
            saham, serta dipermasalahkannya pembangunan yang telah dilaksanakan
            dengan tuduhan pengerusakan lingkungan, maka pembangunan sarana
            dan prasana wisata yang tengah dilaksanakan terkendala untuk sementara
            waktu. Tidak sedikit dana yang telah dikeluarkan oleh Penggugat, baik
            untuk keperluan pembelian/pembebasan tanah (pemberian ganti rugi
            kepada para pemilik asal tanah) maupun untuk mengurus perijinan dan
            membangun sarana dan prasarana Wisata yang sudah ada.
                 Berdasarkan kondisi fisik di lapangan terhadap bidang tanah
            HGB No. 22, 23 dan 24/ Desa Cikoneng tidak tampak adanya
            kegiatan-kegiatan pemanfaatan serta penggunaan tanah yang sesuai
            dengan keputusan pemberian haknya dan dapat dikatakan telah terjadi
            penelantaran tanah, maka diterbitkan Surat Keputusan Kepala BPN No
            1, 2 dan No. 3/PTT-HGB/BPN RI/2012, atas dasar SK tersebut, maka
            PT. Pondok Kalimaya Putih mengajukan gugatan ke PTUN.

                 Penggugat berpendapat tidak tepat dalam menerapkan pengertian
            tanah terlantar, ditafsirkan secara sempit. Tanah terlantar hanya ditafsirkan
            secara fisik harus diusahakan, dipergunakan, dimanfaatkan, tetapi tidak
            melihat dari sudut pengusahaan, pemanfaatan, penggunaan dari segi
            ekonominya, seperti dijadikan jaminan kredit untuk membantu usaha
            perusahaan/orang. Dasar perolehan atas tanahnya adalah berdasarkan
            pembebasan atau pembelian dari hak milik dan hak milik adat bukan
            pemberian dari negara. lebih dari itu, secara faktual sudah membangun/
            memasang tanggul-tanggul penahan ombak (break-water) di bagian Utara
            Pulau Sangiang untuk menyelamatkan pulau dari ancaman abrasi dengan
            biaya yang sangat besar, dan juga sudah mulai membangun/mengadakan
            sarana prasarana wisata, namun dikarenakan adanya krisis moneter yang
            melanda Indonesia dan adanya tuduhan seolah-olah pembangunan yang
            telah dilakukan menimbulkan kerusakan Lingkungan Hidup, maka

            82  Penegakan Hukum Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar
   94   95   96   97   98   99   100   101   102   103   104